Senin, Mei 12, 2008

Pengamat sms santet bagian dari strategi teror

Membuat tampilan huruf berwarna merah di layar ponsel bukanlah hal sulit bagi orang yang mengerti dan memahami teknologi terkait. si pembuat dan penyebar SMS santet ingin membuat masyrakat tidak percaya diri.

ini bagian dari strategi teror untuk membuat masyarakat resah dan tidak punya rasa percaya diri. karena masyarakat jadi tidak yakin maka jadi tidak produktif.

menurut dia, ada banyak lini yang bisa memainkan permainan ini. namun dia tidak bisa memastikan apakah pihak intelejen ikut bermain dalam pemunculan dan pengelolahan isu tersebut.

Intel atau bukan, kita tidak bisa menjustifikasi. juga apakah kelompok yang terorganisir atau hanya orang iseng belaka. yang jelas, ini sudah menimbulkan teror di masyarakat.

di tengah masyarakat yang masih percaya pada mistis, juga di kalangan masyarakat yang berpendidikan rendah, SMS santet akan sukses menyebar.

Jadi mudah untuk mengunakan ini. tapi mudah juga kok bagi pemerintah untu meng-counter dan untuk sumber SMS itu. Depkominfo pasti tahu itu.

seiring berjalannya waktu, SMS santet tentu tak lagi jadi perbincangan di masyarakat. isu itu memang tinggal menunggu waktu luntur. meski memikian, pemerintah tak boleh menunda - nunda untuk mengatakan ketidakbenaran isu tersebut. sebab kini, masyarakat sudah dibuat resah.

Ponsel Tidak Bisa Di Jadikan Ajang Media Mistik

sejauh ini teknologi seluler belum dapat digunakan untuk media klinik seperti santet. Teknologi informatika dinilai cukup rumit untuk dijadikan alat mistis.

Nggak bisa. Nggaknyambung. satu logis satu orisional. kata anggota Badan Regulasi Telkomunikasi Indonesia ( BRTI ) heru sutandi.

Oleh Karenanya masyrakat di mintak tidak resah. rumor itu hanyalah di lakukan orang yang ingin memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi.

Jadi kan nggak boleh menerima sms dari nomor tertentu. ini hanya menguntungkan satu orang saja.

heru juga tidak menampik adanya kemungkinan bahwa SMS meresahkan itu hanya bentuk persaingan bisnis antara-operrator ponsel.

bisa saja untuk menganjal Operator baru. kan SMS nya nggak boleh menerima SMS dari nomor tertentu. ini gara2 persaingan yang kurang sehat.

Kendati demikian, BRTI terus mengupayakan munculnya operator2 baru di dunia seluler. sebab, dengan makin banyaknya operator baru , harga akan turun dan konsumen yang di untungkan.

Beberapa hari terakhir, masyarakat mulai di resahkan SMS santet itu.
Beberapa orang yang menggaku pernah SMS tertentu mengaku seperti tersugesti. Lantas terhipnotis dan kejang - kejang seperti kesurupan.

Jumat, Mei 02, 2008

Di Jual LG KU380 Murah dan warna Putih


Di Jual " LG KU380 " Warna Putih
Rp. 1.200.000

Hubungi di : 081 558 551 373
Posisi di Denpasar - Bali

Fitur
-----------
Layar 1,76 inci,
TFT 262.144 warna,
176x220 piksel,
Dimensi 4,5x9,6x1,79 cm,
Berat 91 gr,
Polifonik 72 chanel (MP3),
Kamera 1,3
MP,
Video,
Kamera video
call (VGA),
SMS,
MMS,
Email,
xHTML,
Memori 60 Mb,
Slot microSD card,
Player MP3/AAC/eAAC/MPE4,
Google mobile,
Speakerphone,
Games,
A2DP,
Baterai Li-Ion 900 mAh,
Standby 300 jam,
Waktu bicara 2,75 jam, dll.

Rabu, April 16, 2008

Handphone Nokia 3110


Di Jual Handphone Second Nokia : 3110 Clasic
Secepatnya Hubungi Kami : 081 558 551 373



General
2G Network : GSM 900 / 1800 / 1900
Announced : 2007, February
Status : Available

Size
Dimensions : 108.5 x 45.7 x 15.6 mm, 72 cc
Weight : 87 g

Display
Type : TFT, 256K colors
Size : 128 x 160 pixels
- 5-way navigation key
- Downloadable wallpapers, screensavers

Ringtones
Type : Polyphonic (64 channels), MP3, AAC
Customization : Download, order now
Vibration : Yes

Memory
Phonebook : Yes, Photocall
Call records : 20 dialed, 20 received, 20 missed calls
Card slot : microSD (TransFlash), buy memory
- 9 MB internal memory

Data
GPRS : Class 10 (4+1/3+2 slots), 32 - 48 kbps
HSCSD : Yes
EDGE : Class 10, 236.8 kbps
3G : No
WLAN : No
Bluetooth : Yes, v2.0 (with A2DP)
Infrared port : Yes
USB : Yes, v2.0 miniUSB

Features
Messaging : SMS, MMS, Email
Browser : WAP 2.0/xHTML
Games : Yes + Downloadable, order now
Colors ; Black
Camera : 1.3 MP, 1280 x 1024 pixels, video(QCIF)
- Push to talk
- Java MIDP 2.0
- MP3/MP4/AAC+/3GP/WMA player
- FM stereo radio
- T9
- Calendar
- Calculator
- Built-in handsfree
- Voice memo
- Voice command

Battery
Standard battery, Li-Ion 1020 mAh (BL-5C)
Stand-by : Up to 370 h


Senin, Maret 03, 2008

HP Bernuansa Selingkuh

Resiku punya HP, kantong bisa babak belur untuk membayar pulsa. Tapi ternyata HP juga bisa babak belur kepala. Setidaknya ini dialami Ny. Tatik, 30, dari Banjarsari, Solo. Gara-gara membuka SMS di HP suaminya, dia babak belur dihajar Pandi, 35. Soalnya isi HP itu bernuana selingkuh melulu.
Ini kisah lelaki korban tehnologi. Ketika tehnologi telepon belum secanggih sekarang, orang punya telepon kabel (fixed) di rumah saja sudah dianggap hebat, karena tak mudah mendapatkannya. Tapi kini, setelah telepon selular masuk kampung, semua orang bisa memiliki dengan segala akibatnya. Pandi dari Kelurahan Sumber Kecamatan Banjarsari Solo ini contohnya. Gara-gara SMS lewat HP, rumahtangganya di ambang kehancuran. Soalnya sang istri, Tatik, tak mau cuek bebek pada HP suaminya.
Namanya manusia modern, Pandi tak mau ketinggalan dalam soal telepon genggam. Sejak HP dipasarkan, dia telah mencoba memiliki, dari yang ukuran dan bentuk yang mirip hotel, sampai HP canggih yang bisa terima gambar dan bisa untuk motret. Cuma, gara-gara HP itu pula, cara hidup Pandi jadi tidak bener. Persoalan dimulai ketika ada ada penelepon nyasar. Begitu nomer cewek, langsung dipepet dan diajak kenalan. Ternyata menanggapi, jadilah Pandi berdialog udara dengan cewek yang bersuara merdu bernama Umi tersebut.
Dari pertemuan udara kemudian dilanjutkan ke pertemuan darat. Wih, ternyata Umi memang cantik, seksi pula. Kalau ada sedikit cacat, kenapa dia sudah jadi istri orang. Resikonya, bila Pandi melangkah lebih jauh, sudah bisa masuk status: selingkuh. “Tapi kalau dianya mengimbangi, ya apa salahnya Bleh? Hidup hanya sekali, manfaatkan sebaik-baiknya,” begitu kata setan.
Untuk seterusnya hubungan Pandi – Umi jadi demikian seru. Dari temu darat, sampai “pendaratan” darurat di ranjang. Lebih dari itu, mereka terus kencan dan janjian di sembarang waktu, termasuk mengirim SMS mesra dan jorok. Sampai kemudian terjadilah peristiwa beberapa hari lalu itu, saar HP Pandi ketinggalan di rumah, kok yang mengangkat istrinya. Padahal suara HP itu berasal dari gendakan Pandi. Praktis begitu yang mengangkat bukan pihak berkompeten, Umi tak berani melanjutkan pembiaraan.
Keruan saja hal ini membuat Tatik curiga.Saat dibukan isi SMS yang lain, ya ampuuun, isinya hal-hal mesum melulu. Dadanya langsung jadi mengkap-mengkap. Saat suami pulang langsun diinterogasi. Sayangnya Pandi malah kalap, istrinya ditempeleng dan ditendang hingga babak belur. Terpaksalah Tatik lalu mengadu ke Polsek Banjarsari, minta suaminya dipenjarakan gara-gara pasal KDRT. “Biar dia tak sewenang-wenang pada istri Pak,” kata Tatik di depan polisi.
Untuk Pandi, selingkuh itu memang enak dan perlu kok!

Suami Yang "Nggege Mangsa"

Harti, 30, tak mencintai lagi suaminya, bahkan telah pisah ranjang untuk menuju perceraian. Tapi ketika Pranowo, 36, diam-diam membawa perempuan lain ke ranjangnya, dia meradang juga. Dia tak suka tindakan “nggege mangsa” itu, sehingga perselingkuhan suaminya dilaporkan ke Polres Salatiga.
Antara Harti – Pranowo memang masih dalam jalinan perkawinan. Cuma, hubungan keduanya sudah tak semesra dulu. Rumahtangga yang dibina sejak 5 tahun lalu, kini tak lagi menjadi tempat nyaman untuk berkasih-kasihan sebagai suami istri. Meski masih serumah, mereka tidak lagi tinggal seranjang. Otomatis dan praktis, hubungan intim yang menjadi kewajiban mengasyikkan bagi setiap keluarga, tak pernah lagi dilakukan. Harti di kamar sini, Pranowo di kamar sana. Ngorok sendirian!
Tali perkawinan mereka memang dalam kondisi kritis. Ibarat tambang, kondisinya sudah mrinding (aus) tinggal nunggu putusnya saja. Apa masalahnya, bertolak dari kelakuan Pranowo juga. Soalnya, sudah punya bini cantik dan putih, masih juga bermain api dengan perempuan lain. Harti pernah memergoki, Pranowo jalan berdua dengan sang WIL sambil banthong-banthongan (bergandengan tangan). Langsung dada Harti mengkap-mengkap macam kap mobil ngejeblak.
Istri yang baik tak boleh mengumbar emosi sembarang tempat. Karenanya sewaktu tiba di rumah, barulah Harti mencoba klarifikasi pada suami. Ternyata Pranowo ingkar, tidak mau mengakui aksi selingkuhnya yang tertangkap tangan. Bahkan dia menganjurkan Harti periksa di spesialis mata, karena penglihatannya sudah kabur dan ngawur. “Kalau aku selingkuh, biarlah aku kualat macam jambu monyet, kepala di bawah,” kata Pranowo meyakinkan.
Reputasi Pranowo langsung hancur di mata istrinya. Lelaki yang selama ini dinilai jujur dan setia, ternyata telah menjadi pembohong nomer wahid. Bagaimana mungkin Harti salah lihat. Memangnya di kota sekecil Salatiga (Jateng) ada lelaki lain yang bisa sama persis dengan Pranowo? Ya hitamnya, ya keritingnya? Bolehlah hitem dan keritingnya sama, tapi sampai tompel di leher segala juga bisa diduplikasi? Nggak mungkinlah iyauwww!
Ingin Harti memberi pelajaran pada suami. Maka sejak itu dia sengaja tidak mau lagi tidur seranjang dengan suaminya. Bila Pranowo menyusul ke kamar yang lainnya, lalu mencolek-colek kakinya, Harti dengan sigap menendangnya. Bila tangan suami mencolek-colek pinggang sebagai isyarat minta jatah, tangan segera menampelnya. “Sana kelon sama gendakanmu,” kata Harti ketus, gerakannya persis gangsir (jengkerik) tersentuh kakinya.
Namanya lelaki, “diembargo” soal begituan, pusing juga Pranowo secara multi dimensi. Berminggu-minggu tak bisa “ngetap olie”, dia nekad membawa WIL-nya ke kamarnya, tentu saja ketika istri tak di rumah. Di sinilah dia menuntaskan dahaga asmara yang lama tertunda-tunda. Dalam kondisi krisis rumahtangga sedemikian rupa, ternyata Pranowo bisa juga bermain selingkuh. Baginya, WIL sekarang memang mau dijadikan “ban serep”. Bila ban utama meletus, tinggal ban barunya dipasang, toh sudah dibalansing ini.
Dasar Pranowo, semakin sering bini tak di rumah, makin sering memasukkan WIL-nya ke dalam rumah, sehingga pengurus RT terpaksa bertindak dengan cara melapor ke Harti. Sang istri pun jadi berang, sehingga dia minta bantuan polisi untuk menggerebek rumahnya di dukuh Ngawen, Kelurahan Sidomukti, Salatiga. Tapi ketika polisi datang, Pranowo meyakinkan bahwa tak ada perempuan asing di rumahnya. “Silakan geledah, kalau memang ada perempuan di sini,” tantangnya.
Untung polisi tak kalah gertak. Semua kamar disweping, dan ditemukanlah gendakan Pranowo di dalam sebuah kamar. Harti pun dihubungi. Dan ketika melihat wanita itu ecara nyata dari ujung kaki hingga ujung rambut, ternyata memang perempuan yang tempo hari nampak bergandengan mesra dengan suaminya. Pranowo tak bisa lagi berkelit. Bersama WIL-nya dia digelandang ke Polres Salatiga. Enaknya sejimpit (sedikit), malunya selangit.

Wah, Sama-sama Wanita

Berhubungan intim sebelum jadi suami istri, jelas aib dan merupakan perbuatan zina. Tapi ketika sang pacar ternyata perempuan seperti dirinya, Indah, 18, tanpa malu-malu melaporkan Eva, 20, ke polisi. Uniknya, laporan itu ditanggapi dan kini si wanita berjiwa pria tersebut tengah diadili di PN Temanggung.
Eva secara phisik wanita, tetapi jiwanya lelaki. Karenanya, dia tak pernah tertarik pada pria ganteng yang dikenalinya. Dia baru kontak pendulumnya, ketika bertemu dengan sesama jenisnya. Sayangnya, dia tak pernah berterus terang akan kelainan jiwanya tersebut. Walhasil, keluarganya di Temanggung tetap menganggap Eva sebagai gadis 100 persen, yang siap dipacari dan …..dihamili.
Lalu, sebagai anak muda di era gombalisasi, Eva juga suka main hape-hapean dan chating di internet. Belum lama ini di dunia maya dia nyangkut pada kenalan baru bernama Indah, asal kota Magelang. Asyiklah mereka bercurhat ria tentang dirinya masing-masing, sehingga keduanya pun lalu bersepakat untuk bisa bertatap muka secara langsung. Dalam pertemuan tersebut, ternyata keduanya cocog. Apa lagi penampilan Eva juga seperti kaum lelaki, suaranya juga berat sebagaimana kaum Adam.
Indah terus berhubungan dengan “pria” kenalan barunya. Dari kopi darat keduanya melanjutkan dengan kopi ranjang. Indah yang sudah kadung jatuh cinta pada Eva, menuruti saja ajakan mesum tersebut. Di sebuah tempat di kota Temanggung, mereka bersepakat berhubungan intim bak suami istri. Keduanya pun segera
warming up” sebagaimana lazimnya. Cuma yang aneh, ibarat ngetik Eva ternyata lebih asyik dengan sistem “dua jari” saja, tanpa serangan mematikan di organ intim Indah.
Begitu terus menerus, membuat Indah penasaran. Saking penasarannya, gadis tersebut segera membetot pakaian yang dikenakan Eva. Nah lho, “pria” yang sangat disayangi selama ini, ternyata juga wanita seperti dirinya. Ibarat listrik, sama-sama bermuatan arus negatif. Jadi kapan nyetromnya? “Ah, kamu penipu, pembohong,” kata Indah merepet-repet, karena kecewa.
Uniknya, Indah tak menganggap hal itu sebagai aib. Agaknya hubungan intim sebelum nikah dianggapnya sebagai hal biasa. Buktinya, dengan mengatasnamakan rasa kecewanya dia sempat-sempatnya mengadukan kasus tersebut ke Polres Temanggung. Entah pasal apa yang diusungnya. Penipuan, perbuatan tidak menyenangkan, atau pasal kebohongan publik?
Namun ternyata pihak polisi juga meladeni pengaduan Indah, sehingga akhirnya kasus ini bergulir ke Pengadilan Negri Temanggung. Dalam sidang yang diketuai Hakim Mukhlis SH tersebut, Jaksa Ny. Hermin SH membacakan keterangan medis dari dokter. Isinya menyatakan bahwa organ intim Indah mengalami kerusakan akibat Eva selalu memainkan jari-jemarinya di tempat tersebut.
Gelisahkah Eva menjadi terdakwa di Pengadilan? Tidak. Justru tempat itu dijadikannya sebagai ajang curhat atas kelainan dirinya sedari kecil. Katanya, meski fisik wanita, tapi dia secara kejiwaan merasa sebagai kaum lelaki. Karenanya dia tertarik pada kaum Hawa. “Saya memang berbuat tak senonoh pada Indah, sehingga dia tahu siapa aslinya saya,” kata Eva dengan tanpa malu-malu.
Amit-amit, perempuan sama perempuan. Kalau bebek namanya kan gandok.

Istriku Ternyata Jelek

Cari istri memang tak seperti beli barang elektronik di toko, bila tak cocok bisa ditukar tambah. Karenanya, Sarino, 31, yang kecewa lantaran Mintul, 23, istrinya berwajah jelek dan diolok-olok teman, tega menelantarkannya meski sudah hamil 6 bulan. Akibat ulahnya tersebut, kini dia dilaporkan istrinya ke polisi.
Ini kisah suami yang belum matang menempuh biduk rumahtangga. Usia sudah kepala tiga lebih, rambut juga sudah tumbuh di mana-mana. Tapi cara berpikir Sarino masih mbocahi benar. Hanya diledek teman-teman istrinya jelek amat, dia jadi menyesal dan bermaksud meninggalkannya. “Kalau barang bisa ditukar tambah di toko, lha kalau anak orang gimana ya?” kata Sarino dengan sejuta rasa bimbang.
Nikah dengan Mintul, sebenarnya belumlah lama, baru setahun lalu. Sarino yang tidak mahir berburu perempuan, dalam usia 30 tahun kala itu belum juga punya gebedan. Padahal orangtuanya di Ngaglik, Kabupaten Sleman (DIY) sudah rindu banget segera momong cucu. Saat didesak orangtuanya, Sarino sempat berkelit bahwa belum siap berkeluarga lantaran penghasilannya belum memadai.
Tetapi lama-lama keluarga tahu bahwa titik persoalan bukan di situ. Ternyata Sarino memang belum punya pacar. Jangankan pacar, sir-siran (taksiran) juga nihil. Maklumlah, ketika sekolah di STM Kotagede dulu, temannya semua lelaki, jadi dia kurang akrab dengan kaum hawa. Taksiran memang ada, tapi Sarino selalu takut mendekati. Akibatnya ya selalu ketinggalan kereta. Dia baru dedek (naksir), pemuda yang lain sudah mek (memegang). “Payah kamu, bergaul dengan cewek saja takut, apa lagi menggauli,” ledek teman-teman Sarino selalu.
Akibat Sarino selalu tarsuk-tarsuk setiap diminta menikah, keluarganya segera mengacu program Siti Nurbaya, artinya dijodohkan secara paksa. Kebetulan keluarga Sarino di Prenggan masih Kotagede juga, memiliki sahabat yang punya anak perawan. Cantik sih tidak, tapi dibilang jelek juga jangan. Pokoknya pantaslah menjadi teman hidup Sarino. Walhasil, baru sekali si bujang lapuk nontoni (melihat calon istri), lamaran langsung digelar. Celakanya, tanpa lewat uji kelayakan segala keluarga Mintul langsung menerimanya.
Meski hak azasinya diperkosa, Sarino tak bisa menolak pilihan orangtuanya. Betapapun belum bisa mencintai Mintul, jadi juga dia mengawininya. Resepsi digelar meriah. Ketika malam pertama berlangsung, meski katanya tidak mencintai Mintul, nyatanya gliyak-gliyak (pelan tapi pasti) berjalan mulus. Buktinya, sejak itu Sarino rajin mandi wajib. Setiap keluar dari kamar pengantin selalu sumringah, meski wajahnya masih nampak pucat karena tenaga terlalu banyak diforsir.
Agar lebih dekat dengan tempat kerjanya di Yogya, sengaja Sarino tinggal di rumah istrinya. Tapi ketika istri baru tersebut sering dibawa pulang ke kampungnya di Ngaglik, ternyata teman-temannya malah meledek dan menertawakannya. Kata mereka, wajah dan penampilan Mintul tak sebanding dengan Sarino sebagai suaminya, terlalu njomplang! “Oalah No, Sarino, wong kaya kucing diraupi ngono kok dipek bojo (orang bertampang macam kuncing mandi begitu kok diambil istri),” olok-olok teman sekampung.
Maksud teman-teman sebetulnya sekadar guyon, sebagai tanda keakraban. Tapi ternyata Sarino yang masih mbocahi menganggap sebagai hal serius. Dia lalu mencoba memperhatikan istrinya di kala tidur. Wah, ternyata memang jelek. Kulit item, rambut agak keriting, bibir tebal, kakinya macam bongkotan pring (pangkal bambu) tidak mbunting padi. Sudah begitu, kalau tidur Mintul ngorok dan bikin peta di bantal alias ngiler. Wah, wah, memang jelek sekali.
Akhirnya Sarino termakan ledekan teman-teman. Ketika istrinya hamil 4 bulan langsung ditinggalkannya. Tak pernah diberi jaminan materil, apa lagi onderdil. Di cari di rumah Ngaglik, ternyata Sarino juga tak pernah pulang. Dengan perut membesar usia 6 bulan, beberapa hari lalu Mintul terpaksa mengadu ke Polda DIY, minta agar suaminya dikenakan sanksi hukum setimpal. “Masak, hanya karena diledek teman-teman, aku lalu ditelantarkan. Maunya si aku ya cantik seperti Siti Nurhaliza,” kata Mintul di kepolisian.
Ha…, seperti Siti Nurhaliza? Yang nulis juga mau lah

SKPT Versi Mertua

Meski Dalimun, 48, tak bekerja di kantor Agraria, belakangan dia dibuat pusing soal SKPT (Surat Keterangan Pendaftaran Tanah). Maklumlah, gara-gara SKPT itu pula dia ketahuan telah menodai, Tami, 18, adik iparnya berulangkali. Kata mertuanya, SKPT di sini berarti: Susu Kendor Pantat Turun!
Andaikan binatang unggas, Dalimun ini bisa disepadankan dengan ayam jago. Tahu kan ayam jago? Kalau bisa semua ayam babon hendak dikawininya. Meski baru saja kawin-kawinan dengan ayam betina lain, melihat babon baru melintas langsung dikejarnya hingga dapat. Tak peduli melompat pagar, nabrak pot bunga, si babon diburu terus. Begitu si babon menyerah ndeprok di tempat sampah, langsung saja si jago melepas hajatnya. Setelah itu dia mengepakkan sayapnya: kukuluruuuuuuk!
Mirip itulah kelakuan Dalimun dari kampung Way Pisang Kecamatan Way Tuba, Lampung. Bagaimana tidak. Di rumah sudah punya satu istri, eh masih nambah satu bini lagi. Betulkah targetnya untuk meningkatkan derajat seorang wanita? Omong kosyong! Target Dalimun cuma satu, memanjakan nafsu. Ibarat makanan, sekadar untuk berganti-ganti menu. Bosan sayur kencing kudak (baca: sayur asem), ganti ke lodeh atau jangan bobor kata orang Jawa di Lampung.
Akibat punya dua “kendaraan” itulah, Dalimun jadi terkenal sebagai raja bohong nomer wahid di kawasan Lampung. Pasalnya, untuk mencegah terjadinya “perang Irak – Iran” di rumah, dia harus pandai-pandai mengibuli dua istrinya secara bergantian. Gilir pada istri kedua, ngakunya lembur di kantor. Ganti ndekemi bini pertama berhari-hari, Dalimun mengaku tugas ke luar kota. Turne katanya, padahal hanya turu kana turu kene (tidur sana tidur sini).
Setan benar si Dalimun! Meski sudah ada dua bini yang bisa diaplus bergantian, masih juga kurang. Melihat adik bini pertama mulai nampak semlohai dalam usia 18 tahun, kontak juga pendulumnya. Dia mulai melirak-lirik sekaligus membayangkan, kapaaan bisa menggauli si Tami yang cantik menggemaskan itu. “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan, Bleh….,” kata setan mulai membujuk Dalimun.
Adik ipar Dalimun selama ini memang tinggal bersamanya, sehingga dia selalu melihat keseharian si gadis, termasuk ketika Tami tidur dengan rok tersingkap. Nah, ketika melihat ipar dalam kondisi seperti itu, jakun Dalimun langsung turun naik. Ibarat kucing lihat burung gereja, ingin dia segera menerkamnya. Tapi selama ini situasinya selalu tidak aman secara mantap terkendali. Apa lagi, Dalimun juga belum mendapat petunjuk bapak setan lebih lanjut.
Yang namanya setan memang gak iso dirasani (tidak bisa dipergunjingkan). Begitu dibutuhkan, dia pun datang. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, kembali siang-siang dia melihat Tami bergelar paha nusantara di kamarnya. Setan pun memberi aba-aba: sikaaaaat! Maka Dalimun jadi lupa akan statusnya. Tami ditindih. Meski sempat berontak dan terjatuh dari ranjang, tapi akhirnya menyerah kalah disetubuhi kakak iparnya. “Kalau kamu cerita, kakakmu tak ceraikan, tahu rasa!” begitu ancam Dalimun.
Akibat ancaman tersebut Tami tak berkutik dan diam. Tapi itu justru sangat menguntungkan bagi Dalimun di hari-hari selanjutnya. Lain waktu bila dia membutuhkan, tinggal menggelandang Tami ke ranjang. Dan ternyata, lama-lama gadis pelajar SMA tersebut bisa menikmatinya. Bila Jumat (15/2)-Jumat (15/2) tingkah polahnya masih malu-malu, kini justru malu-maluin. Maklumlah, bila dulu mau menjejak kaki, kini malah sering mengajak!
Noda-noda itu selama berbulan-bulan bisa dirahasiakan, tanpa seorang pun tahu bahwa Tami sudah tidak perawan lagi. Tapi tidak demikian dengan mertua Dalimun. Menyaksikan perkembangan putrinya, si Tami, belakangan ini, dia jadi curiga. Kenapa masih gadis belia kok sudah nampak SKPT (Susu Kendor Pantat Turun). Secara diam-diam Tami pun dipanggil dan ditanyai soal perkembangan tubuhnya. Awalnya tak mengaku, tapi akhirnya ngoceh juga. “Memang Pak, sudah lama Mas Dalimun sering menggauli saya…”, kata Tami telak.
Keruan saja mertua Dalimun berikut jajarannya mencak-mencak. Anak mantu yang badung itu pun diusut, sayang melarikan diri. Terpaksa kasusnya diserahkan ke Polsek Way Tuba. Dan beberapa hari lalu, ketika dia baru naik motor menuju ke rumah istri mudanya di Kampung Baru, Martapura, polisi menyergapnya. Awalnya Dalimun berlagak pilon, tapi begitu disinggung soal SKPT si Tami, dia pasrah saja dijebloskan ke kantor polisi. Pusing kan, bukan petugas Agraria ditanyai SKPT?

Ajal Di Selingkuh Perdana

Jika cinta telah melekat, suami tetangga pun terasa coklat. Itu pula prinsip yang diemban Ny. Warni, 33 tahun, dari Probolinggo (Jatim). Lantaran suami sudah tak mampu lagi memuaskan gairahnya di ranjang, dia nekad memasukkan Bejo, 40 tahun, tetangga ke dalam kamar. Tapi sial, hilang dahaga rindu, hilang pula nyawa di badan akibat diclurit Bardan, 37 tahun, suaminya.
Iman Legini memang tengah dicoba. Cuma cobaan Illahi tersebut bukan berwujud kekayaan, jabatan atau kemiskinan, tapi ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan dalam hal apa? Ketidakberdayaan dalam menunaikan tugas suami istri, masalah yang sangat prinsipil dan nyempil bagi sebuah rumahtangga. Tukang obat bilang, nafsu besar tenaga kurang!
Warni yang masih muda, cantik dan enerjik, pada gilirannya lalu jarang disentuh Bardan. Istri fungsinya di ranjang mutlak menjadi teman tidur belaka. Bila istri memancing-mancing dengan baju-baju transparan, malah diomeli, nanti masuk angin. Bila Warni main colak-colek, malah diomeli. “Tidur, ini sudah malam, besok kan ujian nasional….,” kata Bardan ketus.
Akibatnya, Warni yang cantik, putih bersih nan seksi tersebut, bagaikan roti kering di toko yang berdebu karena tak pernah disentuh. Merana! Menyesal sekali dia kawin dengan Bardan. Tongkrongan tak sebanding dengan “tangkringan”. Ibaratnya barang, keluaran Cina. Bentuknya bagus, tapi tidak tahan lama. Cepet panas dan ngebul.
Menyikapi kondisi suaminya yang demikian, dia pernah mengajukan resulusi non PBB. Minta dibebaskan sebagaimana mestinya, agar bisa kawin lagi. Tapi ternyata Bardan tidak rela bila Warni jatuh dalam pelukan lelaki lain. Katanya, masih sangat mencintainya, tak bisa hidup tanpa Warni di sampingnya. “Habis, saya bisanya memang cuma di sampingmu,” kata Bardan polos, sendu dan hampir menangis.
Enak di Bardan, sangat tidak nyaman bagi Warni. Cinta-cinta, tapi tak pernah ada karya nyata, buat apa! Apa dia pikir wanita nrimo hanya dengan nyandang rapet (berpakaian bagus) dan makan wareg (makan kenyang)? Perut terjamin, tapi yang dibawah perut ditelantarkan ya demo, rek. Dan ternyata itu pula yang kemudian dilakukan Warni. Dia menuntut perubahan.
Rupanya demo Warni memang lain. Bukan nggelar spanduk atau datang ke Istana sebagaimana korban lumpur Lapindo, tapi dia mencoba cari burung lain yang bisa berkicau trilili lili. Dia yakin betul, dengan kondisi pisiknya yang masih jreng, sedikit angkat rok saja pasti banyak lelaki yang tergila-gila ingin berbagi cinta. “Mau dicoba…?” tantangnya.
Adalah Bejo, lelaki tetangga sendiri. Dia cepat menangkap isyarat bahwa Warni sedang membutuhkan sesuatu. Maklum, warga Desa Resongo Kecamatan Kuripan Kabupaten Probolinggo ini memang pakar dalam bidang keperempuanan. Dia hafal betul lekuk liku wanita yang membutuhkan kehangatan malam. Maka begitu Warni yang cantik ini membuka sinyal, dia langsung saja masuk.
Nah, diam-diam Bejo masuk ke pagar rumah Warni di kala suami tak di rumah. Basa-basi sebentar ngobrol di samping rumah. Dan ketika sudah berhasil menyamakan persepsi alias padha karepe, malam itu juga selingkuh perdana digelar di samping rumah dalam kondisi bergelap-gelap. Cuma sialnya, ketika kondisi sedang nanggung, Bardan pulang.
Akibatnya bisa diduga, suami Warni marah besar. Dia ambil celurit dan mau dibacokkan ke kepala Bejo. Tapi lelaki ini sempat kabur, meski masih telanjang bulat. Kekesalan Bardan lalu dilimpahkan pada istrinya. Warni dimintai klarifikasi malah diam. Habislah kesabarannya. Langsung saja clurit dibacokkan berkali-kali ke tubuh Warni hingga tewas di tempat. Habis mengeksekusi bininya barulah Bardan melapor ke Polsek Kuripan.

Selingkuh Modal Nafsu

Macem-macem saja kelakuan Kartum, 35 tahun, dari Banyumas (Jateng) ini. Bini sudah empat, masih main selingkuh juga. Paling konyol, wanita yang diselingkuhi nenek-nenek usia 67 tahun seperti Ny. Disem, si tukang cuci. Dan sebagai peselingkuh ternyata modalnya nafsu doang. Dimintai duit malah memberikan cekikan sampai mati. Tentu saja urusan jadi panjang.
Antara kekuatan materil dan onderdil memang sering tidak seimbang. Aman Jagau dari Kalimantan misalnya, dia memiliki keduanya; kekuatan nafsunya atas makhluk hawa, didukung oleh hartanya yang berlimpah. Lha kalau Kartum dari Desa Limpakuwus Kecamatan Sumbang ini apa? Modal titit doang mau mengawini begitu banyak wanita, apa bukan nafsu besar tenaga kurang?
Malangnya, Kartum tak mau berkaca pada Aman Jagau. Dengan segala keterbatasanya sebagai petani tanpa dasi, dia malang melintang dalam dunia percewekan. Istri satu saja tak pernah habis dimakan rayap, dia terus menambah dan menambah koleksi. Sampai bulan Desember 2006 lalu, “kendaraan” pribadinya tercatat empat biji, yang terakhir bernama Patonah, 25 tahun, warga Desa Limpakuwus Kecamatan Sumbang.
Agaknya Kartum memang memiliki pegangan, tak sekadar bisa megang-megang. Buktinya ya itu tadi, sudah empat wanita yang kini menjadi istrinya dan masih aktif semua. Kalau enggak, mana mungkin, hanya diberi kelon bukan klepon, seorang istri menurut? Tapi ilmu apa pegangan Kartum, Jaran Guyang apa Semar Mesem, sampai kini belumlah jelas.
Cuma orang jadi heran, sudah ada empat bini yang selalu siap jadi ajang ngetap olie dan sporing balancing, Kartum masih juga mengembangkan budaya selingkuhnya. Konyolnya lagi, yang diselingkuhi tak pandang bulu. Siapapun orangnya dan usianya, asal wedok (wanita) ya disikat. “Biar tua, yang penting rasanya Bung!” begitu tekadnya.
Ini salah satu contohnya. Janda Disem yang tinggal di Desa Kotayasa Kecamatan Sumbang, mesti usianya sudah mulai rawan malaikat Izroil, masih ditelateni juga. Padahal secara pisik apa kelebihannya wanita itu? Rambut mayoritas telah memutih, kulit meski juga putih tapi sudah keriput. Pipi pun mulai kempot (cekung) karena giginya sebagian mulai permisi. Apa lagi tangannya kasar sekali karena kebanyakan mencuci di rumah orang.
Nenek-nenek ini secara ajeg dikunjungi, lalu keduanya pun memuaskan nafsu birahi. Tapi ternyata Mbah Disem memang masih hot juga. Dia masih bisa mengimbangi permainan lawan. Ibarat main bola, si nenek ini masih bisa membaca ke mana arah “bola”-nya Kartum. Mau didribel, mau diplintir, Mbah Disem masih bisa menangkap dengan mudah. Nah karena itu pula rupanya Kartum tak bisa melepaskan sang nenek.
Tapi Ny . Disem tahu juga bahwa tiada asmara tanpa biaya. Maksudnya, meskipun bukan jual beli sebagaimana tlembuk (pelacur), mestinya Kartum harus juga memberi sejumlah uang sehabis kencan, itung-itung buat beli sekapur sirih. Maklum, Mbah Disem ini memang juga masih makan sirih. Giginya yang tinggal beberapa biji, bila dipakai ketawa jadi mirip Mak Lampir.
Ada kalanya Kartum selalu memberi Mbah Disem, uang barang Rp 20.000,- hingga Rp 50.000,- Tapi pada kejadian beberapa hari lalu, dia sangat mengecewakan si nenek. Hanya dimintai uang Rp 30.000,- malah rontok nolnya satu lagi, alias hanya memberi Rp 3.000,- “Wong lanang apa kowe, mung pawitan manuk thok (lelaki apa kamu, hanya modal burung saja),” maki Mbah Disem usai termehek-mehek melayani nafsu Kartum.
Kartum ternyata kali ini marah besar. Masak sudah sering diberi 20-30 ribu sekali kencan, kok dibilang modal burung doang. Begitu tersinggungnya dia, Mbah Disem yang mulai rapuh itu dibanting ke ranjang lalu dicekik hingga tewas. Perhiasan miliknya yang tak seberapa lalu diambil. Tapi polisi yang jeli berhasil melacaknya dengan mudah. Berdasarkan sidik jari ditambah bukti anting-anting Mbah Disem di rumah Kartum, lelaki pembunuh itu tak berkutik. Dia pasrah digelandang ke Polres Banyumas.
Umur sudah begitu udzur kok masih juga digempur, sungguh ngawur.

Setelah Cintanya Kandas

Cinta yang kandas memang menyakitkan. Tetapi jika kemudian memperkosa demi menggolkan cintanya, jelas akan berhadapan dengan hukum. Dan inilah lakon yang dialami Joko, 25, dari Lumajang Jatim. Dia ditangkap polisi karena memperkosa bini tetangga, yang konon pacarnya di kala bujangan dulu.
Ini kisah cinta macam logo Departemen Penerangan, bagaikan api tak kunjung padam! Meski gadis yang dicintainya sudah jadi bini orang, masih dikejar-kejar juga. Dengan segara kiat dan siasat Joko mengejar Narti, 22. Targetnya hanya satu, dia harus berhasil menaklukan bini Damiri, 30, dan kemudian menggaulinya. Ah, kenapa sih, cinta makhluk adam-hawa selalu bermuara pada persetubuhan? Ini perwujudan cinta ataukah sekedar hawa nafsu sih?
Narti dan Joko ketika masih menjadi manusia bebas merdeka memang pernah berpacaran, dengan target menjadi suami istri yang sakinah. Tapi ternyata sebagaimana KB di era reformasi, target itu jarang berhasil. Narti yang katanya cinta pol pada Joko, ketika dikawinkan dengan Damiri tak menolak. Begitu pula Joko, sebagai pengobat kecewa, dia segera kawin dengan gadis lain. Bodo amat orang mengatakan cinta pelarian! “Cinta nggak cinta, ternyata sama asyiknya,” begitu kata Joko.
Tekad Joko sewaktu menikah segera, setelah punya istri sendiri, niscaya dia bisa melupakan Narti. Ternyata susah. Masalahnya, mereka berdua masih sama-sama tinggal sekampung, di Desa Curahpetung Kecamatan Kedungjajang Kabupaten Lumajang. Makin celaka lagi, tempat tinggal mereka bertetangga. Jadi praktis Joko selalu melihat malang melintangnya Narti sehari-hari, termasuk ketika bekas kekasih itu pagi-pagi selalu belanja ke warung Mbah Bewok. Joko diam-diam memang suka memonitor mantan sang kekasih.
Apes dan nelangsanya Jok makin terasa, mana kala melihat pagi-pagi Narti sudah keramas. Aduuuuh, habis diapakan saja semalam dia oleh suaminya? Cemburu sekali Joko, tapi sayangnya tidak bisa berbuat apa-apa, lantaran tak lagi berhak. Dan semakin pusing lagi ketika Narti hamil 4-5 bulan, ah ternyata tokcer bener Damiri. Pernah Joko merayu untuk bisa ikut bermain “saham”di perutnya, tetapi Narti menolak sengit. “Nggak bisa! Meski kita saling menyinta, tapi Mas Joko kan bukan suamiku…,” kata Narti tegas.
Tapi ternyata Joko tak mempan oleh gertakan tersebut. Dia terus saja mencari cara bagaimana bisa mengaktualisasikan cintanya pada Narti. Biar orang mengatakan sebagai lelaki subita (suka bini tetangga), biar tetangga menyebut sebagai seniman (suka bini teman), Joko tak ambil peduli. Dia terus saja maju seperti Bung Karno ketika konfrontasi dengan Amerika dulu: onward no retreat (maju terus pantang mundur). Prinsipnya, mati pun rela jika telah berhasil menggauli Narti.
Akhirnya peluang yang sangat ditunggu itu pun tiba. Ketika rumah Narti sepi lantaran suaminya masih mencangkul di sawah, Joko yang tadinya hendak menyabit rumput menyelinap masuk ke rumah. Narti yang baru mencuci piring di dapur langsung disergap dan diseret ke ranjang. Betapapun dia meronta dan melawan, apa daya makhluk wanita yang keribetan pinjung (geraknya terbatas). Maka dengan sedikit ancaman, terpaksa Narti yang dalam kondisi hamil merelakan kehormatannya diacak-acak bekas pacarnya dulu.
Kegiatan “nyepuh” Joko selesailah sudah, dia pergi sambil bersiul-siul penuh kemenangan. Tapi bagaimana dengan Narti? Dia menjadi trauma dan merasa berdosa. Ketika suaminya pulang segera dia menangis melolong-lolong bahwa kehormatannya baru saja diserobot Joko. Sebetulnya Damiri ingin bikin perhitungan dengan Joko, tapi karena dikendalikan keluarganya, dia cukup melaporkan Joko ke Polresta Lumajang dan Joko pun dibekuk. “Siapa bilang aku memperkosa? Kami suka sama suka kok, wong dia dulu pacar saya juga,” kata Joko mau cari pembenaran. Pacar gundulmu njebluk.

Bak Pedang Bermata Dua

Berselingkuh sesungguhnya tindakan pedang bermata dua, sebab selain mengasyikkan sekaligus juga memalukan. Dan Wagiso, 35, dari Bantul ini tak tahan ketika kemudian diledek dan dicemooh tetangga, gara-gara kepergok menyelingkuhi bini tetangga. Penyelesaiannya, bunuh diri saja, daripada repot!
Enakkah berselingkuh itu? Kata pakar dan praktisi perselingkuhan, sebetulnya di ujung perselingkuhan, rasanya sama saja. Baik WIL maupun yang di rumah, tak ada bedanya. Jika ada perbedaan, hanyalah sensasi dan permainan emosi ketika hendak mendapatkannya. Dari hati yang deg-deg plas karena barang colongan, lalu bertemu dengan barang baru yang sebelumnya belum pernah dirasakannya. Tapi setelah ke sononya, ya seperti kue biskuitlah! Bentuk beda-beda, tapi rasanya tetap sama saja!
Rupanya begitulah pertimbangan Wagiso, ketika mencoba “menelateni” Tarsi, 27, istri tetangganya. Pada awalnya, dia tak pernah nggagas (memikirkan) sama sekali bini Parman yang masih sekampung dengannya di Desa Trirenggo, Bantul (DIY) tersebut. Tapi perempuan berbodi seksi itu suka lirak-lirik padanya, bahkan bila situasi memungkinkan berani pula nggablok (memukul mesra) tubuhnya akibat canda-canda konyol. Sebagai lelaki normal, lama-lama Wagiso ya……
Untuk ukuran desa itu, kecantikan Tarsi memang nampak paling menonjol, di samping tonjolannya yang lain. Maka ibarat orang tidur disorong bantal, istri Parman ini segera saja ditubruk. Wagiso memang pengin merasakan, seperti apa sih rasanya orang selingkuh itu? Kok di mana-mana orang pada bermain serong. Dan ternyata, meski lampu sudah “ijo menyala”, Wagiso deg-degan juga memulainya. Tapi setelah terlaksana, lho kok rasanya hanya begini. “Bajindul, padha wae karo sing nang ngomah (sialan, sama saja dengan yang di rumah),” kata Wagiso sambil berbenah pakaian.
Jelas selingkuh itu macam kue biskuit, baik yang dikemas kaleng ataupun kertas. Tapi ternyata sekali mencoba, kok pengin nambah lagi. Maka kini, tanpa Tarsih mengajak, Wagiso lah yang ambil prakarsa. Di saat Parman suami Tarsi tak di rumah, dia kembali menyelinap ke rumah tetangganya tersebut. Lalu, dalam kamar keduanya berbagi cinta. Kembali Wagiso menikmati “biskuit” yang rasa kelapa atau yang wafer!
Untuk selanjutnya, selingkuh Tarsi – Wagiso sudah menjadi rutinitas, sehingga lama-lama warga mencurigainya. Beberapa hari lalu, mereka tertangkap basah. Sejumlah warga melihat betapa Wagiso masih nangkring di tubuh telanjang Tarsi. Untuk warga masih punya stok kesabaran nasional, dan Parman pun tak menuntutnya ke polisi. Wagiso hanya disuruh bikin pernyataan tobatan nasuha disertai meterai cukup.
Namun ternyata, maaf penduduk hanya di bibir saja. Setiap ketemu Wagiso, mereka suka meledek. Bahkan sejumlah ABG menangkupkan kedua belah tangannya, lalu tangan yang di atas digerak-gerakkan ke atas ke bawah berulangkali. Tentu saja Wagiso segera tahu maksudnya. Makin sakit lagi ketika para ABG itu lalu bilang sambil keras-keras. “Penak ya So (enak ya Wagiso),” kata mereka sambil tertawa hingar bingar.
Gemes sekali Wagiso, tapi mau berbuat apa? Lantaran semua orang mengolok-olok dan mempergunjingkan dirinya, lama-lama dia tak tahan juga. Pikirnya kemudian, daripada berputih mata, mendingan berputih tulang. Beberapa hari lalu, keluarganya pagi-pagi menemukan tubuh Wagiso tergantung kaku di dapur rumah. Istrinya menangis, begitu juga anak-anaknya. Tapi nyawa Wagiso sudah terlanju pergi, bersama rasa malu akibat ulahnya sendiri.

Terpaksa Kok 10 Kali

Aneh juga rasanya, jika terpaksa kenapa persetubuhan itu bisa berlangsung 10 kali? Tapi terpaksa atau manasuka, bagi Kadar, 40, apa yang dialami istrinya sungguh merupakan pelecehan harga diri. Maka satpam pengganggu bini orang itu harus membayar mahal ulahnya. Saat mancing di kolam sendirian, Bambang, 40, langsung diclurit sampai mati.
Rejeki memang tidak selalu paralel dengan tampang. Bambang ini contohnya. Meski tampangnya ganteng macam bintang sinetron, tapi pekerjaan sehari-harinya hanya jadi satpam terminal bis Wirosari, Purwodadi Grobogan (Jateng). Maka teman-teman sepekerjaan suka meledek peruntungannya yang buruk tersebut. “Tampang seperti Bambang Trihatmojo anak Pak Harto, tapi pekerjaan kamu bambungan (setengah nganggur),” kata teman-teman saat nggarap Bambang.
Ingin sebetulnya Bambang mengubah nasib, tapi hanya lulusan SMA di era gombalisasi, apa yang bisa diandalkan? Sampai lecek ijazahnya difotokopi dan kemudian dilegalisir, tapi tak ada juga perusahaan yang mau menampung tenaganya. Maka ketika ada lowongan satpam di terminal bis, diterimanya dengan senang hati. Bak seorang pejabat yang mau menerima promosi jabatan, Bambang bilang: sebagai orang muda, aku siap ditempatkan di mana saja!
Menjadi satpam jelas penghasilannya terlalu kecil, sehingga tak bisa untuk menghidupi keluarga. Tapi beruntung, Bambang bisa memanfaatkan nilai tambah pada tampang dan penampilannya. Ketika ada perempuan “gatel” yang jatuh cinta padanya, langsung dimanfaatkannya. Maksudnya, dia bisa memperoleh imbalan materil setelah berkeringat melayani kebutuhan onderdil. Ya, jaman Menpen Harmoko dulu ada koran masuk desa, kini ada pula gigolo masuk desa!
Utami, 34, adalah wanita dari Desa Kunden Kecamatan Grobogan. Dia merupakan perempuan kesepian yang haus akan kehangatan lelaki. Maklum, Kadar suami tercinta selama ini sibuk dengan pekerjaannya di Surabaya. Dia pulang hanya sebulan sekali, sehingga aspirasi urusan bawah Utami kurang terpenuhi. Padahal sebagai wanita muda nan enerjik, dia masih membutuhkan siraman cinta itu minimal seminggu dua kali. Lha kok ini baru ketemu sebulan sekali, apa tidak kodok kalung kupat, awak boyok sing ra kuwat (baca: mana tahan)?
Visi (pandangan ke depan) Utami dalam soal asmara cinta, memang boleh juga. Bila kaum lelaki jauh istri dianggap wajar saja “jajan” di luaran, kenapa kaum wanita tidak? Istri Kadar mencoba memberontak, agar posisi wanita juga setara dalam urusan nyempil tapi sangat prinsipil itu. Maklum, Utami juga tak yakin bahwa suaminya di Surabaya lempeng-lempeng saja. “Bagaimana saya tahu yang sebenarnya, wong burung lelaki tak dipasangi spedometer,” begitu batin Utami untuk meligitimasi ulahnya.
Utami sudah berbulan-bulan ini berbagi cinta dengan satpam ganteng Bambang. Sebagai imbalan, dia cukup memberikan sejumlah uang untuk bisa dibawa pulang bagi keluarganya. Satpam Bambang senang sekali. Sudah dapat uang, dapat pula goyang. Apa lagi bini Kadar ini juga bukan perempuan koden (kebanyakan). Dia cukup cantik, bodi juga masih menjanjikan dalam usia menjelang kepala empat. Maka tanpa imbalan apapun, sesungguhnya Bambang tulus ikhlas saja menyumbangkan “tenaga”-nya.
Lalu sampailah kejadian beberapa hari lewat, ada warga yang mencium praktik selingkuh Bambang – Utami ini. Keluarganya pun diam-diam mengabari Kadar untuk pulang. Tentu saja setibanya di rumah si Kadar Skm (suami kebobolan melulu) ini segera menginterogasi istrinya. Tapi ternyata Utami berkelit, dengan alasan semua itu terjadi bukan kemauannya, alias diperkosa. Sudah berapa kali diperkosa Bambang? “Baru sepuluh kali, Mas…,” kata Utami keceplosan, karena saking takutnya.
Istriku adalah orang kepercayaanku, begitu prinsip Kadar. Karenanya meski penjelasan Utami tendensius, karyawan pabrik di Surabaya ini menelannya begitu saja. Bahkan kini dia menyimpan dendam pada satpam yang masih tetangganya tersebut. Maka saat Bambang mancing di kolam sendirian, langsung punggungnya dibabat clurit. Meski mencoba melawan, sia-sia saja lantaran bacokan berikutnya dikirim bertubi-tubi. Bambang tewas dengan membawa segala dosanya. Sedangkan Kadar, meski harus meringkuk di Polres Grobogan, tapi merasa puasss, puasss, puassss!!!

Asmara Para Tua Bangka

Nafsu lelaki rupanya tak mengenal batasan umur. Meski usianya sudah antara kepala 5 dan 7, kakek Mangun, Wongso dan Padmo dari Kulon Progo (DIY) ini masih semangat juga “ngeroyok” janda muda tetangga sendiri. Namun akibat ulahnya menodai Ny. Kemisem, 26, kini mereka mendekam di Polsek Lendah.
Gairah kaum lelaki konon diukur dari gerak kepala ketika usia sudah jompo dan bau tanah kuburan. Perhatikan saja, dalam keadaan diam kepala seorang kakek pastilah akan mengangguk-angguk ke atas ke bawah. Itu maksudnya tak lain, dia masih mengajak dan hayo saja dalam urusan kehangatan perempuan. Beda dengan kaum hawa; dalam usia jompo mereka akan menggeleng kepala ke kanan dan kiri. Itu maksudnya: emoh, emoh, emoh…!
Rupanya seperti itukah perangai tiga kakek dari Desa Wahyuharjo Kecamatan Lendah ini? Sangat boleh jadi. Soalnya, meski beda umur masing-masing 10 tahun, ketika membahas janda Kemisem tetangga sendiri, mereka kompak sekali. Di pinggir sawah, mereka sering mempergunjingkan janda kembang yang berbodi seksi tersebut. Mbah Mangun yang berusia 55 tahun, mengagumi rambutnya yang panjang nan hitam. Begitu pula Mbah Wongso yang usia 65 tahun, dia terpesona pada betis si janda yang mbunting padi. “Awake jan semog, nek dikeloni tonjo tenan (bodinya seksi, kalau dikeloni mengasyikkan),” kata Mbah Padmo yang berusia 75 tahun.
Apakah ketiganya bersaing memperebutkan Kemisem? Tidak, ketiga kakek ini justru bersepakat membangun koalisi, untuk menuju ke pencoblosan bersama. Cuma mereka sangat tahu diri, dalam kondisi yang sudah sama-sama renta, mana mungkin Kemisem sudi meliriknya? Salah-salah mereka malah akan dipisuhi (dimaki) sebagai kakek yang tuwa tuwas (tak tahu diri). Asal tahu saja, di rumah ketiganya masih memiliki istri sendiri-sendiri, yang masih siap dikendarai.
Yang membuat mereka sedikit pede, janda muda ini sikapnya ramah dan pandai bergaul.Masalahnya, pintar bergaul bukan jaminan gampang digauli. Maka setiap akan mendekati Kemisem untuk mendeklarasikan aspirasi urusan bawahnya, selalu cemas bin gojag-gajeg (ragu). Apakah dia mau? Apakah Kemisem bisa memahami aspirasi ketiga kakek ini? Pendek kata Mbah Mangun Dkk selalu dihinggapi rasa gamang. “Jangan jangan, jangan jangan, …..jangan bobor!”, kata mereka karena kebingungan.
Untuk Mbah Mangun sendiri, yang kondisi dan posisinya lebih memungkinkan dari yang lain, juga tak berani ambil prakarsa. Dia mau, tapi malu. Dia maunya ngikut saja. Tapi asal melihat rambut Kemisem yang panjang tergerai hingga menggapai pantat, duh, duh, pendulumnya langsung kontak. Sepertinya dia mau nilapke (meninggalkan) kedua rekan seperjuangannya. Cuma, begitu ingat yang di rumah, langsung Mbah Mangun mendelep bagaikan kerupuk kena air.
Makhluk penjahat kelamin rupanya memang selalu dimanjakan setan. Dikala ketiga kakek tersebut wani-wani angas (beraninya hanya di belakang), mendadak peluang itu hadir. Malam itu sekitar pukul 20.00 Kemisem melintas sendirian, di depan gardu ronda tempat orang-orang berkongkow ria. Padahal ketiga kakek ini juga tengah berpanel diskusi tentang si janda. “Nuwun sewu mbah, wayahe ndherek langkung (permisi mbah, cucunya numpang lewat),” kata Kemisem seperti tengah melewati daerah angker saja.
Aha, itu dia; pekik ketiga kakek itu nyaris bareng. Mengingat situasi yang sepi, malam begitu basah lantaran habis hujan, keberanian Mbah Mangun Dkk segera muncul. Janda Kemisem dikejar dan begitu dapat langsung diseret ke tengah kebun. Percuma mau berteriak, karena langsung dibungkam mulutnya. Selanjutnya, terserah Anda. Mbah Mangun, Mbah Wongso dan Mbah Padmo bergantian menggarap Kemisem dengan cara urut bagus alias mana yang tampan dapat duluan!
Menerimakah Kemisem diperkosa semena-mena? Tentu saja tidak. Meski telah diberi uang tutup mulut dari para kakek masing-masing Rp 5.000,- dia tetap melapor pada orangtuanya. Tentu saja keluarga Kemisem tidak terima. Malam itu juga mereka dilaporkan ke Polsek Lendah. Nah, di saat Mbah Padmo Dkk sedang menikmati kesuksesannya, mendadak pak polisi dan pamong desa meringkusnya dan langsung digelandang ke kantor polisi. “Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi,” omel pamong desa.
Ayo, ayo, urut bagus menjalani pemeriksaan, Mbah.

Pamanku Si Penjahat Kelamin

Cukup rapi sebetulnya cara Mujito, 45, mengajak “penak-penakan” sang ponakan, Ratih, 20. Hampir setahun mulus-mulus saja. Tapi tiba-tiba perut sigadis melendung dan dinyatakan hamil 5 bulan, maka skandal paman – ponakan itu terkuak. Mujito kini ditangkap Polres Jember sebagai penjahat kelamin.
Antara Mujito dan Ratih memang saudara dekat, karena mereka sebagai paman dan ponakan. Karenanya ketika keduanya berakrab-akrab ria, dianggap biasa saja, tak pernah ada yang mempertanyakan dan mempermasalahkan. Tapi ketika polisi tiba-tiba mencokok Mujito, bingunglah lelaki celamitan itu. Karenanya, bila penyanyi Ivo Nilakrisna dulu bilang: aku ini gembala sapi, yo piyeau yapiyau hu huuu; sekarang Mujito meratap: “Aku ini penjahat kelamin, njuk piye nyuk piye iki (lalu bagaimana ini), hu hu huuuuu….!”
Paman dan ponakan terkutuk ini tinggal di Umbul Kecamatan Kedungkajang, Jember (Jatim). Mereka memang tinggal berdekatan, dan Ratih suka main ke rumah pamannya untuk bantu-bantu momong anak Mujito yang baru berusia 2 tahunan. Anak bungsu ini memang lulut (akrab) sekali dengan kakak sepupunya. Maklum, Ratih pandai momong bocah. Dalam gendongannya, anak akan menjadi penurut. Maka kalau saja ada modal dan keberanian, pastilah Ratih bisa jadi pesaing Kak Seto. Weleh, weleh, weleh!
Enak sekali istri Mujito jadinya, pekerjaan seabrek jadi ringan. Jika pinjam Presiden SBY dan Prof. Jimmly Asshidiqie, dia bisa fokus mengurus dapur, cuci mencuci, lalu melayani kebutuhan suaminya sehari-hari, termasuk yang malam hari. Begitulah memang resiko wanita Jawa yang hanya dijadikan kanca ngandap (baca: teman tidur). Tugas sehari-hari tak pernah lepas dari urusan: masak, macak, manak dan….manuk alias burung!
Kebiasaan Ratih kini, sekitar pukul 20.00 main ke rumah sang paman untuk nonton TV di ruang tamu. Nonton sinetron, nonton Mama Mia di Indosiar, sementara mama-nya Mujito di kamar sambil ngeloni si Upik. Bermalas-malas di depan teve ini bisa sampai pukul 22.00, karena kemudian Mujito sang paman juga menemani nonton. Mereka berdua dengan asyiknya memelototi layar kaca. Betulkah mereka hanya berdua? Tidak, karena kemudian setan juga nimbrung untuk mengajak kepada hil hil yang mustahal!
Ditemani cewek mulus macam Ratih, lama-lama Mujito memang jadi lupa akan status dan posisinya. Di sini kemudian tak ada lagi batasan antara paman dan ponakan, ketika tangan Mujito “bergerilya” dan Ratih membiarkan saja. Maka selanjutnya, ya terserah Anda. Sewaktu si ponakan sudah terlena akan rabaan mematikan sang paman, perbuatan terkutuk itu terjadilah. Bak istri sendiri, untuk pertama kalinya Ratih dinodai paman sendiri. Tragis memang, siang hari dia menggendong anak Mujito, malam hari malam dipaksa “menggendong” depan bapaknya!
Enak bagi Mujito, lama-lama enak pula bagi Ratih. Buktinya, lain hari praktek mesum itu ditayangkan kembali di depan teve. Setiap ada kesempatan, Mujito selalu mengakak “penak-penakan” si ponakan di ruang tamu, sementara istrinya tidur mendengkur di kamar. Praktek mesum ini mulus-mulus saja hampir setahun lamanya, karena Mujito memang rapi mengemas perselingkuhannya, sehingga istri tak pernah mengendusnya. Apa lagi alokasi asmara untuk dirinya di malam hari juga tak pernah kedodoran.
Hanya saja, Mujito – Ratih lupa bahwa kegiatan terkutuk itu bisa menimbulkan bencana. Dan itupun terjadi beberapa hari lalu, ketika Ratih sadar sudah beberapa bulan tak mens. Ketika dia mengadu ke kakak perempuannya di Probolinggo, saat dibawa ke bidan ternyata diketahui sudah hamil lima bulan. Paniklah keluarga itu. Tak peduli paman sendiri, Mujito langsung dilaporkan dan ke Polres Jember dan ditangkap. Ratih selaku saksi korban saat diperiksa mengakui, persetubuhan itu selalu terjadi di depan teve menyala di ruang tamu. “Saya kira nggak apa-apa, tahu-tahu kok hamil begini,” kata Ratih macam gadis bloon saja.

Setelah Nonton Film Porno

Celaka tigabelaslah, bila punya ayah tiri macam Basrun, 43. Gara-gara nonton film porno, dia jadi mata gelap. Istri sendiri selalu siap, Basrun malah “menelateni” si Minah, 16, anak tirinya. Makin celaka lagi, pada ibu tutup mulut, pada teman sepermainan malah berwarta berita soal ayahnya yang cabul.
Ini kisah memalukan seorang ayah tiri. Sebagai bapak yang bertanggungjawab, mestinya Badrun mampu menjaga kehormatan dan keselamatan anak tiri. Sebab logikanya, bila sayang pada ibunya, mesti sayang pula pada anak bawaannya. Tapi yang terjadi di Probolinggo Jatim ini justru over produktif. Saking sayangnya pada anak tiri, gadis ABG itu digoyang sekalian, diperlakukan bak seorang istri. Prinsipnya mungkin: sama rasa, sama rata.
Usia Minah si gadis dusun sebagaimana kata Titik Puspa, memang masih kelewat ijo. Tapi secara pisik, dia sudah nampak sebagai gadis laik ranjang, karena tubuhnya yang bongsor. Awalnya, Basrun sendiri juga tak pernah berpikiran macem-macem atas anak bawaan istri tersebut. Minah kala itu diperlakukan secara wajar, sebagai anak sendiri dengan pelayanan sama sebagai mana anak-anak Basrun yang lain.
Malangnya nasib, beberapa hari lalu lelaki dari Desa Pejarakan Kulon Kecamatan Pejarakan Kabupaten Probolinggo ini main ke rumah teman. Di sana ternyata Basrun diajak nonton film porno untuk kalangan 25 tahun ke atas. Begitu memelototi layar teve, mata Basrun tak berkedip. Meski sebagai seorang suami dia biasa melakukan, tapi ketika dalam bentuk gambar dengan tehnik-tehniknya hubungan intim yang mutakhir, Basrun jadi panas dingin dibuatnya. “Mulih sik ah (pulang dulu lah),” ujarnya dengan spaneng sudah 240 volt.
Dengan langkah tergesa-gesa Basrun malam itu segera pulang ke rumah. Mendadak dia jadi pengin sekali melakukannya, dengan tekad mau mengadopsi segala ilmu baru dalam dunianya Naek L. Tobing itu. Tapi sayang, begitu tiba di rumah nampak istrinya tidur pulas. Mau mbrengkal (membalikkan badan) tak tega rasanya, karena ibunya anak-anak ini sepertinya sedang asyik dibuai mimpi, membayangkan jadi anggota DPR dengan insentip pembahasan RUU Rp 39 juta.
Orang yang naik spaneng gara-gara urusan satu itu, memang gak bisa disemayani (tak bisa ditunda). Sementara istri terus mendengkur dengan aliaran ilernya ke segenap penjuru, Basrun melihat Minah anak tirinya tidur seranjang dengan ibunya dalam posisi aduhai. Pahanya begitu mulus, putih lagi. Basrun mendadak mata gelap. Minah langsung ditindih. Ketika gadis ABG itu terbangun, malah diancam. “Maju terus pantang mundur,” kata Basrun seperti Bung Karno ketika membikin Ganefo.
Nah, selanjutnya perbuatan mesum itu berlangsung di samping Ny. Basrun yang terus asyik dengan ilernya. Sampai pagi harinya, skandal bapak bejad itu tak ada yang tahu. Sebab Minah memang tak mau bercerita pada sang ibu. Tapi sebaliknya pada teman-teman sepermainannya, dia malah berwarta berita bagaimana Basrun ayah tirinya menerkam dirinya dengan buas. Minah menceritakan secara polos, tanpa risih dan malu.
Keruan saja kisah mesum itu kemudian beredar ke mana-mana dengan pesan awal: aja kowe ra tak kandhani (kalau bukan kamu tak bakal aku ceritai). Gara-gara itu pula, akhirnya skandal Basrun – Minah menjadi milik masyarakat. Tentu saja istri Basrun jadi marah dan mencak-mencak. Suami celamitan itu segera dilaporkan ke Polsek Pejarakan dan ditangkap beberapa jam kemudian. “Nggak tahu ya, aku jadi pengin banget ngeloni anak tiriku,” kata Basrun polos.

Biarpun Bisu Lumayan

Sungguh biadab kelakuan Bangun, 45. Sebagai paman tak bisa melindungi ponakannya yang bisu tuli. Justru kebisutulian Tatik, 20, tersebut dimanfaatkan untuk “penak-penakan” hingga hamil. Keruan saja polisi Polres Trenggalek segera menekuknya.
Orang macam Bangun ini memang aneh.Istri sudah punya, masih juga celamitan melirik perempuan lain. Mending jika yang diincarnya wanita normal yang gersang (seger merangsang) dan menjanjikan. Tatik ini kan ngomong saja mejen,karena tuli semenjak lahir. Tapi memag, lepas dari ketidak normalannya tersebut, bodinya seksi menggiurkan, putih lagi. Siapapun yang belum mengenalnya, pastilah kontak dia punya pendulum.
Lelaki model Bangun imannya memang kelewat tipis, mirip kondom sutra. Tak perduli bahwa Tatik adalah anak dari kakak sendiri, dia telah membayang-bayangkan kapan bisa menyetubuhinya bak istri sendiri. Soal tuli dan bisunya tak jadi masalah. “Justru karena bisunya itu aku bisa memanfaatkannya,” begitu batin Bangun yang mulai menjurus ke hal-hal yang mesum.
Otak Bangun memang kelewat jorok. Sejak bertekad mencicipi tubuh mulus si gadis, dia rajin merayu-rayu sang ponakan. Suatu ketika dia berhasilah menggauli Tatik.Tapi saat dia menggarap si gadis bisu tersebut, barulah sadar bahwa Tatik tidak lagi asli segelan plastic. Ibarat jalan, sudah tanpa “gajlugan” lagi, langsung saja nyeplos entah ke mana.Ah ternyata Bangun bukanlah orang pertama.
Ya, Bangun mestinya menaruh iba pada ponakan yang telah menjadi “piala bergilir”. Namun justru sebaliknya, ketidakperawanan Titik dianggap sebuah legitimasi untuk menggauli kapan saja. Toh sudah rusak ini, atau : karuwan le rusak (biar rusak sekalian). Karenanya, sejak “kecele” tersebut dia menjadi makin rajin menggauli ponakan sebagai ajang penak-penakan.
Akan tetapi yang namanya barang batil, pastilah akan ketahuan. Itu pula yang terjadi. Baru beberapa kali menggarap Tatik, tahu-tahu hamil. Dalam bahasa isyarat dia mengaku bahwa ada 5 pemuda yang menodai dirinya.Tentu saja warga Sumberdadi Kecamatan Trenggalek Kabupaten Trenggalek ini jadi bingung. Bagaimana harus menyelesaikannya. Apakah mungkin diundi tanpa izin Depsos, biar bebas pajak?
Nah, meski pahit akhirnya cara itu pula yang ditempuh. Lima pemuda yang dicurigai lalu dikumpulkan, dan kemudian Tatik diminta menunjuk siapa yang layak jadi suaminya, berdasarkan “jejak rekam” selama ini. Apa lacur, si bisu menunjuk Bangun. Otomatis mau tidak mau, dia harus bertanggungjawab mengawini ponakan sendiri. Tapi bagaimana pula ditilik dari hokum agama Islam? Mana mungkin ponakan sendiri dinikahi?
Kalau setan sudah berkuasa, ya beginilah akibatnya.

Suami Macam Ayam

Kalau punya istri kelewat “doyan” macam Ririn, 24, akibatnya jadi suka nabrak-nabrak. Di kala suami kerja narik truk, dia malah menarik ke seorang perjaka ke ranjang untuk memuaskan birahinya. “Habis Sokim, 30, macam ayam saja,” kata Ririn saat diperiksa di kantor polisi.
Asmara dan cinta Ririn pada suami tak pernah lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan. Dia tetap hangat di ranjang, dalam memenuhi kewajiban seorang istri. Cuma siialnya, Sokim jadi lelaki kelewat adem. Akibat kelelahan tubuhnya sebagai sopir truk ekspedisi, dia tak bisa memuaskan istri.Mirip seperti ayam, baru klabruk klabruk, langsung letoy.
Ny. Ririn yang masih muda dan enerjik, tak bisa menerima pelayanan seperti itu. Masak, ibarat main bulutangkis, sini sudah main lop dan smash, Sokim gayanya back hand melulu. Itu pun bolanya tak selalu masuk, sering nyangkut di net. “Payah lu, badan aja yang gede….,” omel Ririn dalam hati.
Gelisah sungguh Ririn sebagai istri. Dia ingin mencari solusi terbaik, dia ingin mencari jago yang rosa-rosa macam Mbah Marijan, yang mampu memasok dirinya setiap hari bukannya seminggu sekali.Tapi siapa kiranya yang mampu menjawab tantangan itu. Apa mungkin pasang iklan mini di koran. Idih malunya, hanya rindu kelon kok masuk kora.
Eh dasari milik, di kala sedang “pusing” secara multi dimensi tersebut, kok melintas di benaknya, si Ridwan, 23, anak muda tetangganya di Desa Sukamanek Kecamatan Baros Kabupaten Banten. Lelaki itu memang masih enerjik, rupawan dan penampilaya pun saat menjanjikan. Ririn pun mulai memancing-mancing anak muda itu, untuk main ke rumahnya. “Main dong ke rumah, nanti saya kasih “mainan”….,” batin Ririn malu-malu.
Namanya anak muda normal, ditawari barang bagus yang belum pernah dilihatnya, langsung saja nyosor. Sejak saat itu, manakala Sokim belump pulang sampai berhari-hari, Ridwan yang bertindak sebagai pejabat yang melaksanakan tugas.Ririn merem melek, Ridwan sebagai lelakinya manggut-manggut tanda puas.
Malangnya nasib susah ditebak. Baru beberapa kali kencan dengan bini tetangga, Sokim dapat laporan soal rusaknya mental istri. Celakanya dia cuek bebek saja, sehingga warga bertekad menggerebeknya sendiri. Ketika penggerebekan berlangsung, Sokim yang tadinya adem ayem tersebut mencak-mencak juga bininya dijadikan kendaraaan renta;. Akhirnya skandal tersebut diselesaikan di tingkat kepolisian. “Habis suami ngasih jatah seminggu sekali,” ujar Ririn polos.
Agaknya Ririn ini berpostur mbogkok udang, ya?

Dendam Ke Liang Kubur

Kalau dendam telah membara, ke liang kubur pun masih juga dikejar. Itulah nasib Jumali, 40, dari Semarang. Dia memperkosa bini orang 5 tahun lalu, gantian kini nyawanya diperkosa keluar dari badan, dengan cara dibakar. Darwin, 37, selaku eksekutor, meski harus masuk penjara bersama istri, tapi puasssss, puassss!
Asmara dan cinta kadang melintas batas dan sektoral. Maksudnya, sudah memiliki bini sendiri, masih juga mencintai bini orang. Ada sejuta alasan untuk meligitimasi tindakanya. Ada yang karena bekas kekasihnya dulu, karena korban perjodohan, lantaran mengejar obsesi, atau memang dasarnya …..doyan. Jumali yang semula tinggal di Surabaya ini rupanya termasuk kategori terakhir. Asal melihat perempuan cantik dengan kulit putih dan betis mbunting padi, langsung pendulum kontak blip, blip…!
Nama Jumali di kompleks Perrmahan Gunungsari, Surabaya, jejak rekamnya memang sudah demikian buruk. Dia kondang sebagai lelaki mata keranjang. Asal melihat perempuan cantik, nafsunya langsung naik hingga 240 volt. Ibaratnya kambing bandot, dia langsung mengembik-ngembik ingin menyetubuhinya. Buntut si betina terus ditempel. Tapi begitu lawannya kencing, si bandot “menyeringai” mengangkat bibir atasnya!
Gejala Jumali seperti itu, ketika punya tetangga baru Ny. Dewi. Sudah jelas wanita tersebut istri Darwin, masih juga suka digoda. Bila ketemu hanya berduaan saja, rayuan “pulau kelapa”-nya pun keluar. Yang aku cinta sampai matilah, yang kutercipta untukmulah, sampai yang kutunggu jandamu segala. Sayangnya, meski dirayu-rayu dan dicolek, Dewi tak bergeming. “Jangan begitu Mas, aku kan sudah bersuami…,” kata perempuan tetangga santun.
Edan, memang. Kelakuan Jumali macam Dursasono ksatria Banjarjungut wayangkulit saja. Meski cinta ditolak, masih nyosor saja. Semboyannya, ole-ole kotaraja, kalau nggak boleh ya diperkosa saja! Dan ini ternyata hanya bukan sebuah wacana, tapi benar-benar ingin dilaksanakan. Jumali belum lega rasanya bila belum berhasil menyetubuhi bini tetangganya tersebut. Prinsipnya: banyak jalan menuju Krawang, banyak cara ke ranjang!
Namanya orang bertetangga, Jumali banyak tahu saat kapan Dewi sendirian di rumah. Sekali waktu kesempatan emas itu tiba, yakni ketika Darwin suaminya tugas ke Batam selama beberapa hari. Langsung saja Dewi yang tidur sendirian disergap. Istri Darwin mencoba meronta, tapi gagal. Sedang mau teriak, malu sama tetangga. Tapi akhirnya, walau dia berontak semampunya, tembakan Jumali pun masuk ke gawang lawan. Goooool, skore menjadi satu kosong!
Malam itu Dewi menangis, sementara Jumali pergi dengan sejuta kepuasan. Tapi karena takut dikejar dosa, dia lalu memboyong keluarganya mendadak, pergi entah ke mana. Dan prediksinya memang tidak meleset. Sebab setelah Darwin tahu istrinya dikangkangi tetangga, dia mencoba melampiaskan dendam. Ingin bikin perhitungan secara lelaki, tapi ke mana, sebab Jumali mendadak hilang bak ditelan bumi.
Akhirnya sekian tahun kemudian didapat info bahwa musuh bebuyuitannya pindah ke Wonosari, Ngalian, Semarang. Dengan senjata senapan angin untuk mbedil bajing, ditambah bensin 5 liter, dia memburu musuhnya. Kebetulan sekali Jumali yang dicarinya tengah menggendong anak depan rumah sambil nyanyi-nyanyi kecil. Langsung saja diguyur bensin dan dibakar, wusssh. Jumali dan anaknya mbanyaki, sedang sang eksekutor kabur.
Hasilnya sangat memuaskan bagi Darwin, karena ketika baca Koran-koran di hari berikutnya, Jumali berhasil ditewaskannya, sementara anaknya hanya luka bakar. Tapi polisi memang hebat. Meski dia sudah sembunyi ke Jember segala bersama istri, masih juga terendus. Akibatnya, beberapa hari lalu dia ditangkap dan digelandang ke Semarang. “Bagaimana coba Pak, lima tahun lalu enak saja dia memperkosa istriku. Bayangkan…,” kata Darwin dalam pemeriksaaan, dan polisi pun membayangkan. Tapi nggak bisa.

Bukan Perempuan Gatel

Aduh duh, harga Kamidin, 40, sebagai lelaki jadi naik 100 persen macam kedele impor. Bayangkan, wajah tidak cakep-cakep amat, diperebutkan dua wanita sekaligus. Ny. Tarmi, 35, cakar-cakaran di toko dengan Inem, 35, gara-gara soal Kamidin. Tapi siapa rela, dituduh perempuan gatel hanya karena Kamidin suka apel ke rumahnya?
Tarmi dan Inem sebenarnya bergaul secara rukun di Desa Jogotrunan Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang (Jatim). Maklum mereka memang bertetangga dekat. Ke pengajian, bezuk orang sakit, arisan bahkan kondangan keduanya sering jalan bareng. Ketika ada makanan istimewa di rumah, juga suka saling kirim. Ada rengginang dikirim rengginang, ada pete dari kampung dikirim pete. Pokoknya, begitu mencium bau asap makanan enak, pastilah sampai ke rumah.
Inem yang ramah dan suka bergaul dengan siapa saja, kemudian menjadi malapetaka gara-gara statusnya yang janda. Masalahnya, diam-diam suami Tarmi suka main ke rumahnya tanpa sepengetahan istri. Kamidin memang tak pernah menunjukkan sikap tendensius, apa lagi mendeklarasikan cinta, sama sekali tidak. Cuma, bila sudah ngobrol di rumahnya, dia betah berjam-jam. Inem capek sebetulnya, tapi tak tega untuk mengusirnya. Nanti dikira janda sombong dan arogan.
Kunjungan rutin Kamidin ke rumah janda Inem, tak urung menjadi makanan empuk para pengamat di kampung. Mereka menganalisa bahwa ada tanda-tanda suami Tarmi ini mengajak “koalisi” dengan Inem demi coblosan 2009. Maklumlah, janda seksi macam Inem memang sangat rawan isyu. Bergerak dan bersikap sedikit aneh saja, sudah ditafsirkan macam-macam. Yang mau tebar pesona lah, yang mau menjerat lelaki suami oranglah. Padahal ini semua hanya karena si Inem janda seksi ini memang pandai bergaul. Ingat, pintar bergaul bukan berarti minta digauli.
Antara fakta dan isyu memang selalu bertolak belakang. Kabar yang kemudian masuk ke telinga Tarmi, Kamidin ini suka menyelinap ke kamar janda Inem. Dan ketika kabar miring ini sampai pihak terkait, Tarmi pun mengkab-mengkap dia punya dada. Langsung saja dia menuduh bahwa Inem suka menggunting dalam sarung. “Oo, dasar perempuan gatel,” makinya. Dan kemudian, diantar seorang adiknya dia melabrak ke rumah Tarmi. Kenapa tidak cek dulu pada suami? Jaman Gus Dur, ini yang dinamakan pembuktian terbalik.
Hati Tarmi kadung seperti disiram bensin, memang. Maka begitu ketemu, Inem pun langsung dicakar habis. Adiknya yang ikut mengantarkannya ke toko Inem, ikut pula berpartisipasi menganiaya si janda. Keruan saja tubuhnya babak belur. Untung saja segera dilerai pengunung toko. Dalam kondisi memelas Inem melaporkan penganiayaan itu ke Polsek Pasirian. Dia minta polisi menangkap wanita itu. Kenapa begitu mudah menuduh orang gatel. Memangnya sudah siap memberi salep hitam, apa?

“DIINSTALL” TEKNISI KOMPUTER

Celakalah yang suka pacaran dengan Endang, 33, dari Sukoharjo (Solo) ini. Mentang-mentang dia tehnisi komputer, Yuyun, 18, gadis tetangga yang mau dibawa-bawa, langsung “diinstall”3 kali dalam hotel. Si gadis nerima saja, tapi bini Endang setelah tahu skandal suaminya buru-buru minta cerai.
Ini kisah iseng yang bikin puyeng. Endang yang asal Tasikmalaya (karena itu nama lengkapnya: Endang Kartiwa) sudah beberapa waktu lamanya kawin dengan wanita dari Weru, Sukoharjo. Kemudian Endang pun jadi lelaki SII (Suami Ikut Istri). Di kota kidul kota Solo ini dia mencari penghasilan dengan jadi teknisi komputer. Pelanggannya banyak, dari sekolah-sekolah hingga perkantoran. Pendek kata, semakin komputer masuk ke kampung-kampung, Endang takkan kesulitan mencari rejeki.
Umumnya orang kampung, membetuli komputernya yang rusak lebih suka membayar dengan benda lain bukan uang. Bisa beras ketan beberapa kilo, atau buah kelapa, termasuk telur bebek. Endang pernah pula keahliannya ditukar dengan serantang opor ayam. Namanya orang bertetangga, dia senang-senang saja. Bahkan jika tidak harus mengganti onderdil, teknisi komputer ini tak mau dibayar. Asas kegotongroyongan dijunjung tinggi oleh Endang.
Malangnya nasib, dia adalah manusia normal, yang mudah tergiur oleh pantat gede cewek, apa lagi yang berkulit putih bersih. Sekali waktu , Yuyun anak kelas II SMA yang tetangga sendiri, mengeluh komputernya eror dimakan virus. Endang pun membetulkannya dengan cara memformat ulang, kemudian diinstall dengan program-program yang dibutuhkan Yuyun. Endang pun tambah semangat bekerja, karena gadis yang cantik itu selalu menungguinya ketika dia sibuk dengan obengnya.
Rupiah batal masuk kantong, karena Endang lagi-lagi tak mau dibayar. Namun ada keuntungan lain yang berhasil dirarih. Soalnya, sejak itu Yuyun yang cantik dan seksi itu menjadi akrab sekali dengan Endang. Asal soal perkomputeran, pastilah larinya ke teknisi komputer tetangga sendiri. Sampai-sampai, bini Endang suka cemburu, karena Yuyun suka bermanja-manja di depan matanya. “Nggak apa-apa Ma, masak aku mau selingkuh dengan anak ingusan begitu,” tangkis Endang meredam kecemburuan bini.
Iman Endang masih pakem kala itu. Tapi yang namanya setan, selalu bau membahu untuk merobohkan iman umat. Belum lama ini Yuyun bareng Endang ketika hendak bezuk tetangga yang sakit dan dirawat di RSUD Dokter Muwardi, Jebres, Solo. Pulang bezuk bukannya langsung kembali ke Weru, melainkan slewengan mampir ke hotel di bilangan Manahan, mentang-mentang dapat kamar gratis dari relasinya yang dari Yogya. Yuyun pun tanpa curiga ketika diajak masuk ke dalam kamar.
Nah, setan pun mulai menyatroni lagi iman Endang. Di rumah masih bisa bilang Yuyun gadis ingusan. Tapi dalam kamar hotel yang sejuk, melihat gadis tetangga itu tergolek manja di ranjang, iman Endang mendadak rontok. Gadis ingusan itu mendadak bikin ngos-ngosan. Yuyun ditubruk dan ditindih. Ee, ternyata dia tak berontak, bahkan mengimbangi secara aktif dan persuasif. Akhirnya Endang kembali ke watak manusia homosapiens. Mentang-mentang dia seorang teknisi komputer, gadis tetangga itu langsung “diinstall” langsung sebanyak dua kali.
Dasar rejeki nomplok. Saat Endang usai mandi, ternyata Yuyun masih ngepleh-epleh (telentang) saja, belum berbenah pakaian. Memangnya masih kurang, ujarnya guyon. Ternyata Yuyun mengangguk. Ya sudah, untuk ketiga kalinya gadis SMA itu “diinstall” ulang. Selesai berskandalria tanpa sengaja, mereka gelang sipatu gelang ke rumah masing-masing. Bahkan Yuyun sempat berpesan lewat SMS, agar rahasia ini hanya jadi milik berdua. “Oke, yank…,” begitu jawab Endang, ikutan macam anak ABG.
Untung tak dapat diraih, malang tak bisa ditolak. Meski sudah sepakat takkan bercerita ke mana-mana, ternyata skandal siang hari dalam hotel itu terbongkar. Orangtua Yuyun memperkarakannya ke polisi. Sementara Endang Kartiwa ditahan, istrinya pun sibuk menggugat cerai, dan berhasil. Akibatnya, di saat teknisi komputer itu menjalani hidup prihatin di penjara, keluarganya cerai berai. Dua anaknya dibagi dua. Yang gede ikut ibu di Batam, dan yang kecil ikut Endang tapi kini dititipkan pada nenek di Tasik. Benar-benar iseng yang bikin puyeng.

Dengar Dan Rasakanlah

Rasakan setelah kau dengar, begitu bujuk setan pada Aning, 18, yang berulangkali mendengar ibu dan ayah tirinya berhubungan intim di kamar sebelah. Padahal setelah 70 kali disetubuhi Kamidin, 40, si ayah tiri, gadis pelajar SMA itu harus menyesali nasib lantaran kadung hamil 5 bulan.
Antara pendengaran dan perasaan, memang saling berkaitan sebagai panca indra manusia. Begitu pula penglihatan, sering pula memancing orang untuk merasakan. Sekedar contoh, ketika melihat segelas es sirup yang merah menyala di terik matahari, siapa orangnya yang tak tergoda untuk minum. Itu baru es. Apa lagi es-em alias senyum yang sepahit madu, lelaki normal (kalau bisa) pastilah ingin mencium langsung siapa pemilik senyum tersebut.
Mungkin kondisi Aning seperti itulah. Sejak ibunya yang janda kawin setahun lalu, dia sering mendengar suara-suara misterius di kamar sebelah yang ditinggali ibu dan ayah barunya. Ada desah-desah nikmat sang ibu, ada napas yang memburu, sementara suara ranjang berderit-derit penuh irama. Sebagai pelajar SMA kelas II kala itu, Aning tak mampu membayangkan apa sesungguhnya yang terjadi di kamar sebelah. Dalam ilmu Fisika yang dipelajarinya di sekolah, apakah ini bagian dari gempa 5,6 skala Richter? Tetapi kenapa getarannya hanya terasa di kamar sebelah. Apakah pusat gempa memang 30 Km di bawah laut selatan?
Berulang kali Aning mendengar suara tersebut di tengah malam, sehingga sekali waktu dia tergoda untuk mengintipnya. Ketika dia menyaksikan pemandangan lewat celah dinding, ya ampun! Dia baru mengerti bahwa inilah yang dinamakan hubungan suami istri, yang selalu menjadi kewajiban mengasyikkan bagi kehidupan rumahtangga. “Gimana Ning, kamu pengin juga kan?” kata setan memberi semangat.
Untuk kali pertama, Aning jadi malu dan deg-degan menyaksikan adegan itu. Tapi lain hari dia ingin mengulangi lagi, sehingga akhirnya menjadi sebuah rutinitas. Celakanya, di kala dia sudah jenuh dengan “blue film” di kamar sebelah, Kamidin sang ayah tiri belakangan suka berbaik-baik pada dirinya. Kemudian, di saat sang ibu tak di rumah, Kamidin merayu-rayu untuk diajak berhubungan intim bak suami istri. Aning pun kembali teringat betapa ibunya sering mendesah-desah di tengah malam.
Tanpa disadari dia menurut saja atas ajakan sang ayah tiri. Walhasil, adegan yang selama ini hanya nampak dalam pengintipan, kini Aning telah merasakan langsung, dengan bintang pemerannya tetap sama, yakni Kamidin ayah tirinya. Rupanya Aning sangat menikmati permainan itu, sehingga dia makin terlena, lupa akan dosa. Tanpa terasa, sejak dia duduk di kelas II hingga kelas III SMA sudah 90 kali Kamidin menggauli dirinya.
Malang mulai menyergap Aning, ketika dia mendadak hamil. Melihat anak tetangga bunting tanpa suami, para tetangga pun tergoda untuk menanyai anak tiri Kamidin. Mereka jadi kaget dan marah demi mendengar pengakuan gadis itu bahwa pelakunya adalah ayah tirinya. Tanpa ada yang mengomando, warga berbondong-bondong mencari Kamidin dan lalu menghajarnya rame-rame. “Tembok kok sak cagake, simbok kok sak anake (ibu dan anak dipakai bersama),” kata penduduk sambil menempeleng Kamidin, pletakkkk!
Untung polisi segera tiba melerai mereka yang kalap. Lelaki celamitan dari Jalan Branjangan, Kelurahan Beduri, kota Ponorogo (Jatim) ini segera dilarikan ke Polres Ponorogo. Dalam pemeriksaan Kamidin mengakui bahwa memang sudah 90 kali menodai anak tirinya suka rela. Di depan istri dan anaknya di ruang pemeriksaan, dia tanpa sungkan-sungkan mengakui siap menikahi Aning. Ibu dan anak mau dimadu? Edan!

Kiamat Memang Sudah Dekat

Cukup baik sebetulnya maksud Sahid, 45, memerintahkan Sari, 20, putrinya berguru pada ustadz Idrus, 35. Sebab guru ngaji pasti dijamin alim kelakuannya dan bernas ilmunya. Tapi yang terjadi, gadis pembantu itu malah dinodainya. Sahid pun meratap: kiamat memang sudah dekat rupanya.
Ini kisah orangtua bertanggungjawab, tapi kemudian ketemu lelaki yang jawabannya serba tanggung. Soalnya, sebagai orang Jawa yang kental dengan ajaran para leluhur, Sahid selalu mencoba mencarikan guru yang tepat bagi anak-anaknya. "Lamun sira anggeguru kaki, amiliha sujanma kang nyata, ingkang becik martabate, sarta kang wruh ing kukum, kang ngibadah lan kang wirangi (andaikan kamu berguru, pilihlah orang yang baik martabatnya, tahu hukum, taat ibadah dan tahu malu),” begitu sepenggal ajaran buku Wulangreh karya Pakubuwono IV, yang pernah dibaca Sahid.
Nama Idrus sebagai ustadz, di Desa Sumberbendo, Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun, sudah cukup dikenal. Sahid sendiri pernah berguru pada lelaki tetangganya tersebut, sehingga wajar-wajar saja bila dia mendisposisi putrinya untuk berguru ngaji pada sang ustadz. Sahid memang ingin putrinya jadi babu yang plus. Maksudnya, rajin bekerja pada majikan, tapi juga pintar dalam urusan agama bekal hidup di alam baka kelak.
Tanpa membuang waktu, di kala Sari pulang dari majikannya di Sidoarjo, putri tercinta tersebut langsung diserahkan pada Idrus untuk diweleg (diajari) ilmu agama. Cuma, ternyata Sahid sedang salah pilih. Ustadz Idrus yang selama ini jejak rekamnya sangat baik, ternyata juga hanya manusia biasa, yang mudah tergiur wanita cantik dan berpantat kentel. Sayangnya, kesadaran ayah Sari ini datang sudah terlambat, ketika Sari terlambat bulan gara-gara digauli oleh Idrus yang menyia-nyiakan sebuah amanat.
Asal tahu saja, meski predikatnya pembantu, tapi sesungguhnya Sari adalah gadis yang cantik penggoyah iman. Bodi dan kulitnya sangat menjanjikan, sehingga bila tinggal di Ibukota bisa langsung dikasting dan main sinetron. Cuma karena ortbitnya di kampung, ya gagal jadi bintang sinetron, kesasar jadi bintang dapurnya sebuah keluarga di Sidoarjo. Sari pun pasrah, karena orangtuanya memang tak mampu menyekolahkan dirinya setinggi mungkin. Jaman sekarang, lulusan SMP mau berharap apa, jika bukan jadi TKW domestik.
Melihat penampilan Sari yang ayu, awalnya ustadz Idrus biasa-biasa saja. Tapi setan terus menggosok dan mempengaruhi, sehingga lama-lama dia lupa akan posisinya yang ustadz dan jadi panutan tetangga kanan kirinya. Ini terjadi setelah mengaji beberapa kali, tahu-tahu Sari dapat perlakuan yang khusus. Dia dipisahkan dari teman-temannya. Dia mengaji secara sendirian, di kamar yang khusus pula. Yang aneh, setiap salat Sari hanya boleh mengenakan rukuh saja. Dalamnya harus polos alias tanpa awer-awer (tanpa baju dan celdam).
Akhirnya mala petaka itupun terjadi. Suatu saat Sari digerayangi, hingga terangsang. Nah, ketika spaneng putri Sahid itu telah memuncak, dia pasrah saja disetubuhi oknum guru ngaji bernama Idrus ini. Idrrus benar-benar telah menanggalkan predikatnya. Di kamar yang khusus itu, Sari sang murid disekap dan dijadikan ajang pemuas nafsu berulang kali. “Pokoknya aku bertanggungjawab andaikan terjadi hal paling buruk dari hubungan ini,” garansi Idrus untuk meyakinkan.
Malu dan dosa agaknya sudah dinafikan oleh oknum guru ngaji ini. Buktinya ketika dia ketagihan dan rindu pada Sari, meski si murid sudah kembali ke Sidoarjo, disusulnya pula ke sana. Begitu tahu kekasih gelapnya sendirian di rumah karena majikan baru ke Surabaya, langsung saja disetubuhi kembali bak istri sendiri. Benar-benar Idrus tak mau keduluan setan. Dia tak lagi mengenal haram, adanya cuma: karem (hobi).
Akhirnya skandal Idrus pun terbongkar juga.Ini terjadi ketika tahu-tahu Sari hamil. Dia telah berusaha mengajak ke dukun pengguguran, tapi si pembantu idola itu tak bersedia. Bahkan Sari kini marah, lantaran Idrus mengelak dari tanggungjawab. Dia mengadu pada sang ayah, dan Sahid pun terkaget-kaget jadinya. Dengan perasaan pilu, dia terpaksa mengadukan oknum guru ngaji ini ke Polsek Saradan. Sejak itu, citra Idrus jadi hancur. Sayang, imannya kuat tapi “si imin” yang tidak tahan.

Merusak Kembang Setaman

Sungguh biadab kelakuan dukun Sakir, 50, dari Lampung ini. Melihat pasien cantik, langsung disetubuhi. Lho, adik dan kakaknya lebih cantik pula, sehingga mereka disetubuhinya sekalian. Tapi setelah merusak kembang satu taman sampai melahirkan 2 anak, dukun cabul itu terpaksa jadi urusan polisi.
Aneh memang, di zaman era gombalisasi macam sekarang ini, kok masih banyak yang percaya pada dukun. Bukan saja untuk ramal meramal nasib, tapi juga sebagai pengobatan alternatif. Jika ketemu dukun yang bener, mendinglah. Tapi bila ketemu dukun abal-abal yang cenderung cabul, nasib pasien bisa seperti kakak beradik Mimi, Susi dan Tini dari Kampung Pakuanbaru, Kecamatan Pakuan Ratu, Waykanan, Lampung. Dua dari mereka sampai melahirkan karena digauli sang dukun secara rutin.
Noda-noda keluarga ini sebetulnya digoreskan sejak 10 tahun lalu, ketika Susi, 20, menderita sakit lemas dan mudah pingsan, yang tak kunjung sembuh. Oleh seorang tetangga, gadis itu disarankan berobat ke dukun Sakir yang masih tetangga kampung. Sesuai dengan permintaan keluarga Susi, dukun Sakir pun segera meluncur ke rumah calon pasien. Ternyata orangtua Susi termasuk keluarga kaya di kampung tersebut, dan Sakir pun mulai menggelar rencana lain.
Ternyata, selain kaya anak-anak Ny. Harjo ini tergolong cantik-cantik di kelasnya. Maka Sakir pun mulai berotak ngeres. Bagaimana bisa menguras harta si janda, sekaligus mereguk kenikmatan badani dengan cara menggauli Susi kakak beradik satu persatu. Mentang-mentang ketiga putri Mbah Harjo ini anak yatim, Sakir pun ingin memberikan “santunan” yang istimewa, apa pun bentuknya. Maklum, bagi Sakir yang dilamun setan, pahala kalah menarik ketimbang…. paha!
Untuk mengadali anak-anak Mbah Harjo, sengaja dukun Sakir minta disediakan kamar khusus untuk terapi pengobatan. Sementara orangtua berikut dua saudara lainnya menunggu di luar kamar, Susi di dalam menjalani terapi khusus dan istimewa. Soalnya, di dalam dia diberi minuman perangsang, yang mampu menaikkan libidonya. Apa lacur, setelah obat itu bereaksi, Susi mau saja ditelanjangi, digerayangi, kemudian disetubuhi bak seorang istri. “Jangan cerita ke mana-mana, nanti tak santet,” ancam dukun Sakir.
Nyeri-nyeri memang, tapi Susi tak berani cerita ke mana-mana sesuai konsensus. Dan sejak itu, asal menjalani terapi pengobatan, sesungguhnya di dalam kamar Susi hanya disetubuhi saja. Dan karena dia tetap diam, Sakir pun semakin bebas untuk memanjakan libidonya. Lain hari Sakir membujuk kakak sulung Susi, bahwa dia juga mengidap suatu penyakit. Untuk bisa sembuh, si Mimi juga harus memperoleh terapi yang sama. Celakanya, gadis usia 22 kala itu, menurut saja.
Apa yang terjadi? Sama dengan si Susi, dalam kamar terapi Mimi juga hanya diberi obat perangsang libido. Dan ketika si sulung tersebut sudah terangsang hebat, dia pasrah saja ketika disetubuhi Sakir. Pendek kata dukun cabul itu dalam kondisi panen raya. Dua gadis yang sangat cantik dan seksi itu sudah berada dalam kekuasaannya. “Sekali menggelar sarung, dua tiga gadis ternodai…,” begitu tekad sang dukun.
Nah, Tini adik bungsu kini menjadi target terakhir. Dia juga ditakut-takuti mengidap penyakit berbahaya, yang harus ditangani segera dukun Sakir. Lagi-lagi kedua kakaknya diam saja ketika si bungsu akan dijadikan korban ketiga. Walhasil, Tini pun begitu mudah masuk jaring kalamangga sang dukun. Seperti kakak-kakaknya pula, Tini juga disetubuhi dalam berbagai kesempatan. Ibarat kembang satu taman, kini semua telah ternoda dan terhisap madunya.
Makmur banget kehidupan dukun Sakir. Ketiga gadis kakak beradik itu secara bergantian dijadikan ajang pemuas nafsu bak istri-istrinya saja. Beberapa bulan kemudian terapi dukun Sakir membawa hasil. Bukan sembuh dari penyakit, melainkan Mimi dan Susi hamil dan melahirkan. Menuntut secara hukum tak berani, kedua gadis malang itu akhirnya diungsikan Mbah Harjo putrid ke Jawa, tempat asalnya.
Agaknya petualangan dukun Sakir belumlah terhenti. Diam-diam dia juga mengadali mbah putri untuk menjual sawahnya. Berkat bujuk sayunya, sawah satu hektar pun lenyap disikat dukun Sakir. Dari sinilah bau Mimi dan Susi berani melaporkan ke polisi. Awalnya hanya soal penggelapan sawah tersebut, tapi pada akhirnya merembet ke “sawah-sawah” lain yang pernah digarap Sakir dengan suka cita. Sayangnya, karena para pelapor berada di Jawa, pihak polisi Polres Waykanan hingga kini belum bisa menangkap atau memanggil dukun Sakir.
Hebat, perkosaan 10 tahun lalu baru dilaporkan sekarang.

Kurang Goyang Bini Ditendang

Ah, kaum lelaki selalu begitu, mau menang sendiri. Bini melayani ogah-ogahan ketika hubungan intim, dianggapnya punya selingkuhan di luar. Maka sungguh malang nasib Ny. Neneng, 44, dari Bogor ini. Hanya karena kurang bisa goyang, langsung digebuki Basir, 48, suaminya hingga babak belur.
Tanda-tanda cinta adalah ketika rasa cemburu itu ada. Sebab cinta menyebabkan seseorang jadi takut kehilangan akan dia, merasa terancam bila orang yang dicintai didekati lawan jenisnya. Dan Basir warga Jalan Azimar III Kelurahan Tegal Gundi Kecamatan Bogor Utara ini dalam posisi seperti itu. Jantungnya deg-deg plas bila ada kaum adam cengengas-cengenges dekat Neneng bini tercinta. Basir memang tak mau kehilangan istrinya. Neneng harus selalu di samping dan bawahnya.
Istri Basir memang layak disayang dan dicintai. Di samping halus budi bahasanya, juga cantik wajahnya dan seksi bodinya. Dalam ketinggian badan 160 cm, dia memiliki berat bruto 55 Kg. Pantat masih nampak kentel, kulitnya putih bersih pula. Mau lihat betisnya, woo..seperti peragawati punya. Pendek kata, kalau pinjam istilahnya orang Jawa, Neneng adalah perempuan yang sekel nan cemekel (enak dipegang).
Karena bininya begitu cantik, Basir jadi nafsu melulu. Dalam rumahtangga, dia menganggap seks adalah panglima. Setiap pulang kerja pukul 23.00 malam, Neneng harus siap melayani kebutuhan Basir yang paling hakiki. Tak ada alasan untuk menolak. Ngantuk kek, capek kek, mesin pabrik itu harus giling. Jika Neneng tetap menolak, Basir pun langsung menyitir hadist Nabi: barang siapa menolak ajakan suami ke tempat tidur, akan dikutuk malaikat sampai pagi hari! Mati kutulah Neneng.
Akibat cinta dan nafsu suami yang selalu menggebu, nyaris Neneng kurang istirahat. Tidurnya pun sangat kurang. Beberapa malam lalu, hal itu terjadi kembali. Pas dia baru tidur pules, suami pulang dari kantor. Sambil terkantuk-kantuk Neneng menawari Basir, makan nggak Mas? Jawab sang suami: makan bawah saja! Yah, namanya kuwajiban, meski terkantuk-kantuk Neneng langsung melayaninya. Yang penting suami puassss, puassss; dari pada tak suwek-suwek lambemu macam Tukul.
Hanya saja, karena ngantuk yang teramat sangat, Neneng malam itu tak bisa memberikan pelayanan prima. Ibarat bulutangkis, Basir main smash, dia hanya membalas dengan back hand. Diminta goyang, malah ngorok. Kesal lah Basir. Sikap bini yang seperti itu dianggapnya bahwa bahwa Neneng telah memiliki selingkuhan di luar. Ributlah malam itu. Neneng yang menolak tuduhan tersebut malah dihajar hingga babak belur. Sementara Basir pergi dengan membawa sejuta kecewa, pagi harinya Neneng melaporkan suaminya ke Polsek Bogor Utara. Pasalnya biasa: KDRT!

Bila Eyang Selingkuh

Kemarahan Mbah Harjo, 78, memang mencapai titik kulminasi. Masak, urusan selingkuh kok diwartaberitakan ke mana-mana. Maka Giran, 30, selaku “penyiar”-nya langsung saja dieksekusi, meski ponakan sendiri. Istri yang mencoba menolong, dibabat sekalian hingga Ny. Kamini, 50, masuk rumahsakit.
Orang yang sedang gandrung perempuan, memang suka lupa umur. Mbah Harjo dari Desa Bodeh Kecamatan Randublatung Kabupaten Blora (Jateng), tak terkecuali. Meski sebentar lagi sudah ngurek lemah (masuk kubur), semangat aspirasi urusan bawahnya masih menggebu-gebu. Tak puas dengan bini di rumah, dia mencoba menyalurkan libidonya di luaran. Katanya, cari yang josss dan maknyusss seperti kata Bondan Winarno.
Kakek satu ini memang lumayan kaya di kampungnya. Oleh karena itu, meski tubuhnya sudah renta dan pipinya mulai wiron (berlipat), ada saja perempuan yang mau diselingkuhinya. Dia adalah Mintul, 35, janda muda dari tetangga desa. Baginya, meladeni Mbah Harjo semata-mata hanya untuk kepuasan materil, bukan onderdil. Maklum, ibarat senapan, “kokangan” Mbah Harjo sudah tidak kuat lagi. Karenanya wajar saja tembakannya sering meleset.
Dasar Mbah Harjo, meski hasilnya tak pernah lagi prima, masih juga berkecimpung ria dalam dunia asmara di bawah tanah. Pada hari-hari tertentu, diam-diam mengunjungi rumah gendakan untuk bercengkerama barang sebentar. Cuma apes banget si kakek genit ini. Meski sudah diusahakan serapi mungkin, masih ada juga yang mencium praktek selingkuhnya. Paling celaka, yang memergoki justru Giran, ponakan sendiri.
Inilah wejangan masa lalu yang juga pernah ditekankan Pak Harto: mikul dhuwur mendhem jero. Maksudnya, jasa-jasanya selalu diingat, dan hal-hal yang buruk disembunyikan serapat mungkin. Maksud Mbah Harjo juga begitu. Giran yang pernah melihat kisah buramnya, merahasiakan skandal itu. Lha kok ternyata tidak! Praktek mesumnya bersama janda Mintul, disiarkan ke mana-mana, sehingga menjadi rahasia umum. Mbah Harjo malu sekali, karena para tetangga lalu menjuluki: gaplek nang krikilan, tuwek-tuwek petakilan (sudah tua kok masih berlaku genit, tak tahu diri).
Edannya lagi, kisah mesum Eyang Kakung tersebut juga disampaikan Giran pada Ny. Kamini, istri Mbah Harjo. Wah, sudah barang tentu nenek ini malu dan sakit hati. Malu karena tindakannya itu menyebabkan kehormatan keluarga jatuh ke titik nadir. Sakit hati lantaran cinta agungnya yang agung tersebut dikhianati. Kenapa mesti selingkuh, wong kebutuhan materil dan onderdil di rumah juga “ready stock”. “Ah lelaki memang begitu, di rumah sudah ada nasi rajalele, ketemu kotoran manusia dimakan juga,” begitu Mbah Putri bertamsil ibarat.
Menyikapi tindakan suami, Ny. Kamini bertekad minta cerai saja. Dia tak lagi sanggup hidup berdampingan dengan Mbah Harjo yang telah menyakiti hatinya. Ternyata, meski hati Eyang Kakung sudah berpaling pada janda Mintul, dia belum siap untuk menceraikan istri perdananya. Karenanya, Mbah Harjo lalu menyalahkan Giran yang dianggapnya jadi biang kerok. Andaikan saja ponakan tidak bermulut ember, niscaya skandalnya bersama Mintul nyaris tak terdengar macam Isuzu Panther.
Saking kesalnya, Giran lalu dipanggil, dan diomeli habis-habisan. Dia disalahkan, kenapa sebagai ponakan tidak bisa menjaga martabat paman? Kenapa tidak mencoba berlaku arif, mengikuti ajaran Pak Harto: mikul dhuwur mendhem jero itu tadi. Akibat ulahnya, sawah garapan yang selama ini diberikan pada Giran, langsung ditarik. Hal ini rupanya membuat ponbakan merasa dirugikan. “Apanya yang mikul dhuwur, Mbah Harjo saja yang le mendhem kejeron (nanemnya terlalu dalam),” kata Giran mengkritisi Mbah Harjo ketika hubungan intim dengan si Mintul.
Iman dan kesabaran Mbah Harjo pun rontok. Saat ada tetangga Giran punya hajatan, dia justru menyelinap ke rumah ponakannya tersebut. Anak muda yang baru nonton TV itu langsung dibabat golok hingga tewas. Ny. Kamini yang mencoba mencegah kekalapan suami, tak urung kena bacok juga sehingga masuk RSU Blora. Ketika ditangkap polisi Polsek Randublatung, Eyang Kakung mengaku dendam pada Giran karena aksi selingkuhnya disiarkan ke mana-mana.
Habis “penak-penakan”, si kakek langsung habisi ponakan!

Mantu "Korban" Mertua

Sementara orang lain pada mau korban sapi dan kambing, Ngasrun, 27, harus korban perasaan atas sikap mertua dan istrinya. Betapa tidak? Ketika Sumini, 23, istrinya mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama, mertuanya bukan melarang justru mendukungnya. Kesal sekali Ngasrun, sehingga dia mengerahkan dua temannya untuk menakut-nakuti ayah mertua dan istri dengan tiga pedang terhunus. Kalau perlu mereka dibuat “korban” sajalah.
Aduh-aduh, nekad banget Ngasrun sebagai menantu. Sebagai menantu yang baik, mestinya mengirim singkong goreng buat teman minum kopi, lha kok malah mengirim pedang. Padahal mertualah yang telah berjasa pada mantu, sehingga di malam hari tak perlu terkena pendinginan global. Tanpa mertua, kaum lelaki pastilah ngulat-ngulet di pagi hari, karena ketiadaan medan untuk menunjukkan hakekatnya sebagai lelaki. “Ya justru karena itu saya bawakan pedang,” ujar Ngasrun di kantor polisi Pekalongan, kesal.
Pokok kemelut rumahtangga Ngasrun memang soal ekonomi. Sudah jadi suami Sumini selama 3 tahun, tapi lelaki dari Desa Kradenan Kecamatan Pekalongan Selatan ini masih saja jadi penganggur. Padahal semula Sumini mau dikawini Ngasrun dengan harapan suaminya segera dapat pekerjaan. Lha kok tidak. Tiga tahun berkeluarga, ya tiga tahun pula tidak punya pekerjaan. Paling ironis, kerja tidak mau, “ngerjain” bini hobi banget! Istrinya sudah berulangkali mendesak Ngasrun agar mencari terobosan ekonomi, jadi makelar kek, jadi tukang panggul barang di pasar kek, yang penting halal. Tapi sang suami tetap lebih senang berpangku tangan di rumah. Alasannya mencari pekerjaan tidak mudah, apa lagi hanya berijasah SMA. Jaman sekarang harus punya koneksi, sedang Ngasrun mengakui kurang luas pergaulannya. “Lha iya, sampeyan kurang bergaul, tahunya hanya menggauli istri…,” sergah Sumini lagi.
Yang paling menyakitkan Sumini pada lembah hatinya paling dalam, sudah pengangguran tapi Ngasrun masih doyan pacaran lagi, bila tak mau disebut selingkuh. Banyak saksi mengatakan bahwa di luaran suaminya masih menggandeng perempuan lain lagi. Bagaimana hati Sumini tidaklah sakit? Sementara di rumah Ngasrun hidup dalam tanggungan mertua, kok di luar malah gandeng kunca (akrab) dengan wanita lain. Begitu tega dia menyakiti dan mengkhianati istrinya. Ini suami cap apa?
Akhirnya Sumini berketetapan bulat, menggugat cerai suaminya ke Pengadilan Agama Pekalongan. Kaget sekali Ngasrun mendengar kabar itu. Dia lalu mengadu sekaligus curhat pada mertuanya, atas langkah tidak populer istrinya tersebut. Tapi boro-boro sang mertua empati dan simpati padanya, justru dia mendukung tindakan putrinya bahwa itu sebagai tindakan bijak. “Anggota DPR saja kalau tidak vokal juga tak dicalonkan lagi …,” kata mertuanya garang.
Ngasrun terpaksa pulang ke rumah, meninggalkan istrinya di kompleks mertua indah kampung Pasirsari, Kecamatan Pekalongan Barat. Sejak itu hidupnya jadi kesepian, terkena pendinginan global, karena jauh dari istrinya. Bila dia datang ke rumah mertua, Sumini tak mau menemui apa lagi meladeni. Pusing multidimenasi lah kepala Ngasrun. Jengkel sekali dia pada mertuanya, kenapa anak mau cerai kok malah disponsori? Sedangkan Nabi saja bersabda: cerai adalah tindakan halal yang sangat dibenci Allah!
Karena biangkeroknya adalah mertua sendiri, Ngasrun ingin memberi pelajaran padanya, termasuk istrinya sekaligus. Dengan mengajak dua temannya, dia membawa parang di masing-masing tangan untuk menakut-nakuti bapak dan anak. Begitu tiba langsung mertuanya ditelikung dan diamang-amangi pedang, begitu juga Sumini. Tapi sebelum pedang menebas leher, istri Ngasrun berteriak sehingga warga berdatangan. Mantu kurang ajar tersebut segera dibekuk warga bersama dua temannya. “Nggak, kami hanya ingin menakut-nakuti mereka agar mengurungkan gugatan cerainya,” kata Ngasrun di Polsek Pekalongan Barat.
----------------------Jangan Kau Pergi, Pratiwi
Sebagai suami Gandung, 40 tahun, benar-benar merasa dicampakkan di lembah yang paling dalam. Ketika masih jaya, Pratiwi, 37 tahun, begitu mencintai dirinya. Tapi setelah jatuh bangkrut dan hanya jadi pengojek, sang istri tak tahan dalam kemiskinan. Diam-diam Gandung ditinggalkan dan Pratiwi kawin lagi dengan pria idaman barunya. Tak tahan mengalami penderitaan multidimensi, pengojek malang itu memilih mati minum racun serangga.
Ekonomi yang mapan sedari dulu memang sangat menopang stabilitas rumahtangga. Boleh saja orang mengklaim cintanya pada pasangan setinggi gunung mahameru. Tapi ketika beras saja harus nempur (membeli), mulailah cintanya luntur. Sebab fakta memang membuktikan, cinta tak bisa dinikmati dengan perut kosong. Pendek kata, tak ada ceritanya wanita mau hanya dijamin urusan di bawah perut, mana kala perut itu sendiri keroncongan mendendangkan lagu Ratapan Si Cacing.
Dalam kehidupan nyata, kisah keluarga Gandung – Pratiwi dari Depok ini bolehlah diambil contoh. Ketika si suami masih menjadi pegawai pada sebuah perusahaan mapan, rumahtangga mereka boleh dikata tata tentrem kerta raharja sebagaimana kata dalang. Tiap hari Minggu Pratiwi bisa mengajak tiga anaknya shoping, makan-makan di luar. Sembako distok sampai sebulan, kulkas penuh berisi aneka buah-buahan, minuman dan makanan, termasuk kerupuk!
Akan tetapi zaman keemasan Gandung tak berlangsung lama. Ketika perusahaannya kolaps disusul dengan PHK, sinetron kehidupan “sandyakalaning Gandung” mulai diputar. Ekonominya berangsur surut, sedangkan pekerjaan baru tak juga diperoleh. Walhasil, dalam tempo 5 tahunan apa yang jadi miliknya Gandung semuanya amblas. Rumah dan kendaraan lepas. Kini mereka tinggal di rumah kontrakan, dengan asset miliknya tinggal berupa istri dan ketiga anaknya tersebut.
Ngomel dan menangis kini menjadi kehidupan sehari-hari Pratiwi. Maklum, penghasilan Gandung sebagai pengojek, sangat tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan istrinya bukanlah tipe wanita yang tahan derita. Sekarang boro-boro keluar masuk mall dan rumah makan seperti dulu, masuk warteg saja Gandung – Pratiwi tidaklah berani. Bisa makan dengan sayur kencing kudak (baca: sayur asem) saja sudah bagus. Lauknya juga hanya kerupuk yang dulu suka disimpan-simpan di kulkas itu.
Gandung sekarang sangat kenyang dengan omelan bini. Ketika masih jaya dulu, tak adalah omelan itu, karena yang ada hanyalah “towelan” ajakan ke ranjang. Sekarang, yang terakhir itu selalu puso, sebab Pratiwi sudah males melayani apa yang menjadi hak suami. “Aku tak sanggup hidup begini terus, Mas. Jangan nyesel ya kalau nanti saya tinggalkan,” ancam Pratiwi beberapa bulan lalu.
Untuk saat itu Gandung menganggap ucapan itu sekedar gertak sambal saja. Apa lagi bininya sudah tua, pantat dan payudara sudah bergeser sekian drajat dari garis ekuator. Jadi, tanpa daya tarik keduanya itu, manalah lelaki lain ada yang mau? Makanya Gandung tetap santai-santai saja, sama persis dengan para menteri yang lolos dari resufle terbatas pada kabinetnya Presiden SBY.
Rupanya Gandung salah perhitungan. Ternyata Pratiwi ibaratnya mutiara dalam lumpur. Begitu tak diurus suami, diam-diam istrinya itu berkemas diri, menebar pesona. Dan ternyata, kendati pantat dan payudara sudah lari dari garis ekuatornya, berkat kecantikannya, masih juga ada yang mendambakan cintanya. Nah, begitu ada lelaki yang cocok, langsung saja Pratiwi minta cerai pada suami. “Jangan kau pergi Pratiwi,” begitu ratap Gandung di Pengadilan Agama, tapi semuanya sudah terlambat.
Untuk selanjutnya Gandung harus menjalani hari-harinya yang sepi itu bersama tiga anaknya, di rumah kontrakan Pondok Terong, Kecamatan Pancoran Mas, Kotif Depok. Dia kini baru merasakan, tanpa istri di samping dan bawahnya, sungguh pusing tujuh keliling. Masak-memasak harus dikerjakan sendiri, begitu juga soal kebersihan pakaian, harus seperti Rinso-nya Krisbiantoro dulu: mencuci sendiri! Sungguh nelangsa kehidupan Gandung kini.
Ternyata Gandung bukan lelaki tahan banting. Didera kemiskinan dan kesepian berminggu-minggu, dia limbung dan lupa akan rahmatnya Allah yang tak pernah putus itu. Melihat racun serangga, sepertinya ketemu es soda gembira saja. Racun mematikan itu ditenggaknya, dan wasalamlah Gandung dari muka bumi. Tinggalah anak-anaknya yang meratapi, dengan siapa harus menjalani kehidupan berat ini? Bapak masuk kubur, ibu dengan kekasih barunya sedang syurrrr.