Senin, Maret 03, 2008

Selingkuh Modal Nafsu

Macem-macem saja kelakuan Kartum, 35 tahun, dari Banyumas (Jateng) ini. Bini sudah empat, masih main selingkuh juga. Paling konyol, wanita yang diselingkuhi nenek-nenek usia 67 tahun seperti Ny. Disem, si tukang cuci. Dan sebagai peselingkuh ternyata modalnya nafsu doang. Dimintai duit malah memberikan cekikan sampai mati. Tentu saja urusan jadi panjang.
Antara kekuatan materil dan onderdil memang sering tidak seimbang. Aman Jagau dari Kalimantan misalnya, dia memiliki keduanya; kekuatan nafsunya atas makhluk hawa, didukung oleh hartanya yang berlimpah. Lha kalau Kartum dari Desa Limpakuwus Kecamatan Sumbang ini apa? Modal titit doang mau mengawini begitu banyak wanita, apa bukan nafsu besar tenaga kurang?
Malangnya, Kartum tak mau berkaca pada Aman Jagau. Dengan segala keterbatasanya sebagai petani tanpa dasi, dia malang melintang dalam dunia percewekan. Istri satu saja tak pernah habis dimakan rayap, dia terus menambah dan menambah koleksi. Sampai bulan Desember 2006 lalu, “kendaraan” pribadinya tercatat empat biji, yang terakhir bernama Patonah, 25 tahun, warga Desa Limpakuwus Kecamatan Sumbang.
Agaknya Kartum memang memiliki pegangan, tak sekadar bisa megang-megang. Buktinya ya itu tadi, sudah empat wanita yang kini menjadi istrinya dan masih aktif semua. Kalau enggak, mana mungkin, hanya diberi kelon bukan klepon, seorang istri menurut? Tapi ilmu apa pegangan Kartum, Jaran Guyang apa Semar Mesem, sampai kini belumlah jelas.
Cuma orang jadi heran, sudah ada empat bini yang selalu siap jadi ajang ngetap olie dan sporing balancing, Kartum masih juga mengembangkan budaya selingkuhnya. Konyolnya lagi, yang diselingkuhi tak pandang bulu. Siapapun orangnya dan usianya, asal wedok (wanita) ya disikat. “Biar tua, yang penting rasanya Bung!” begitu tekadnya.
Ini salah satu contohnya. Janda Disem yang tinggal di Desa Kotayasa Kecamatan Sumbang, mesti usianya sudah mulai rawan malaikat Izroil, masih ditelateni juga. Padahal secara pisik apa kelebihannya wanita itu? Rambut mayoritas telah memutih, kulit meski juga putih tapi sudah keriput. Pipi pun mulai kempot (cekung) karena giginya sebagian mulai permisi. Apa lagi tangannya kasar sekali karena kebanyakan mencuci di rumah orang.
Nenek-nenek ini secara ajeg dikunjungi, lalu keduanya pun memuaskan nafsu birahi. Tapi ternyata Mbah Disem memang masih hot juga. Dia masih bisa mengimbangi permainan lawan. Ibarat main bola, si nenek ini masih bisa membaca ke mana arah “bola”-nya Kartum. Mau didribel, mau diplintir, Mbah Disem masih bisa menangkap dengan mudah. Nah karena itu pula rupanya Kartum tak bisa melepaskan sang nenek.
Tapi Ny . Disem tahu juga bahwa tiada asmara tanpa biaya. Maksudnya, meskipun bukan jual beli sebagaimana tlembuk (pelacur), mestinya Kartum harus juga memberi sejumlah uang sehabis kencan, itung-itung buat beli sekapur sirih. Maklum, Mbah Disem ini memang juga masih makan sirih. Giginya yang tinggal beberapa biji, bila dipakai ketawa jadi mirip Mak Lampir.
Ada kalanya Kartum selalu memberi Mbah Disem, uang barang Rp 20.000,- hingga Rp 50.000,- Tapi pada kejadian beberapa hari lalu, dia sangat mengecewakan si nenek. Hanya dimintai uang Rp 30.000,- malah rontok nolnya satu lagi, alias hanya memberi Rp 3.000,- “Wong lanang apa kowe, mung pawitan manuk thok (lelaki apa kamu, hanya modal burung saja),” maki Mbah Disem usai termehek-mehek melayani nafsu Kartum.
Kartum ternyata kali ini marah besar. Masak sudah sering diberi 20-30 ribu sekali kencan, kok dibilang modal burung doang. Begitu tersinggungnya dia, Mbah Disem yang mulai rapuh itu dibanting ke ranjang lalu dicekik hingga tewas. Perhiasan miliknya yang tak seberapa lalu diambil. Tapi polisi yang jeli berhasil melacaknya dengan mudah. Berdasarkan sidik jari ditambah bukti anting-anting Mbah Disem di rumah Kartum, lelaki pembunuh itu tak berkutik. Dia pasrah digelandang ke Polres Banyumas.
Umur sudah begitu udzur kok masih juga digempur, sungguh ngawur.

Tidak ada komentar: