Senin, Maret 03, 2008

Panci Dibayar Cinta

Celaka tiga belas! Baru sebulan ditinggal suami jadi tenaga kerja ke Malaysia, istri sudah rindu tenaga kuda. Akhirnya Rintih, 24, kepergok “merintih-rintih” di ranjang dengan tukang kredit perkakas dapur. Rupanya, urusan cicilan panci dibayar dengan cinta!Ini kisah klasik istri kesepian. Apa lagi Rintih baru beberapa bulan menjalani hidup berumahtangga, tiba-tiba harus berpisah lama dengan suami demi tuntutan masa depan. Resikonya, “kehangatan global” yang baru saja dinikmati, secara drastis berubah jadi “pendinginan global”. Akhirnya, sindiran almarhum pelawak Basuki lewat plesetan lagu “Suwe ora jamu” pun tiba: “Suwe ora ngono, ngono ora suwe. Suwe ora ngono, ngono pisan ora suwe (lama tak begituan, sekali begituan tidak lama)!
Antara 4-5 bulan lalu memang Rintih – Dalijo, 28, baru menjalani hidup rumahtangga. Meski tanpa modal, “sunah nabi” itu pun ditempuh karena sudah ada rencana besar mau jadi TKI ke luar negri. Jadi sambil menunggu proses pengurusan paspor dari PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia), mereka menikah dulu. Ternyata baru beberapa bulan jadi pengantin, proses sudah selesai. Jadi ibarat gamelan Jawa baru sampak tahu-tahu berhenti karena tabuh pemukulnya hilang, dibawa ke Malaysia!
Menjadi TKI itu enak. Baru beberapa bulan di luar negeri, sudah bisa kirim real dan ringgit ke kampung. Rintih memang belum merasakan itu. Yang dirasakan sekarang hanyalah rasa sepi karena pisah dengan Dalijo suaminya. Biasanya saban malam bisa berwisata asmara, kini harus nganggur tanpa aktivitas bermakna. Resikonya ya hanya ngulat-ngulet (menggeliat-menggeliat) tanpa juntrung, kapan lagi masuk dalam sarung?
Intuisi seorang lelaki berpengalaman, bisa menangkap cepat gejala semacam itu. Hal ini dimiliki pula oleh tukang kredit perkakas dapur bernama Daliman, 30, asal dari Ngronggo, Kediri (Jatim). Baru seminggu melayani kreditan panci, dia sudah melihat bahwa langganan baru bernama Rintih ini setiap malam merintih-rintih kesepian karena jauh dari suami. “Sayapun siap memberikan bantuan yang tepat guna...,” batin si tukang kredit.
Soalnya ya itu tadi, di samping kesepian, si Rintih ini memang cukup cantik mempesona. Bodi seksi menggiurkan, betis mbunting padi dan kulitnya putih bersih lagi. Ibarat mobil, dia masih kategori inriyen, olienya belum sampai angka 2.000. Saat dikendarai dijamin nyaman, gleser gleser nyaris tak terdengar. Cuma sayang, baru dibuat jalan-jalan ratusan kilometer sudah dianggurkan digarasi. Bisa bulukan, apa lagi mesin tak pernah dipanasi.
Yang namanya lelaki, urusan “panas-memanasi” mesin memang doyan banget. Apa lagi yang tipis iman macam si tukang kredit Daliman ini. Ketika dia mengambil cicilan berikutnya, misinya sudah jadi lain. Bukan untuk dapat uang, tapi dapat goyang. Maka sambil menerima uang dari Rintih, tangannya iseng meremas jari jemari bini Dalijo yang lembut itu. Ee ternyata Rintih membalas meremas tangan si tukang kredit tersebut. Ya jadilah. Mestinya begitu dapat cicilan langsung pulang, kini matanya malah pecicilan (jelalatan) melihat situasi.
Aman sekali memang kondisinya saat itu, sehingga Daliman jadi makin berani. Bukan di rumahnya, bukan pula di lingkungannya, Rintih langsung digelandang ke kamar. Selanjutnya Rintih merintih-rintih berbagi nikmat bersama si tukang kredit. Sementara suami jadi tenaga kerja di luar negeri, di rumah dia menerima “tenaga kuda” lelaki tukang kredit yang baru saja dikenalnya. “Cicilannya mulai hari ini dianggep lunas, yank...,” kata Daliman seperti pemerintah mengampuni pengemplang dana BLBI saja.
Nikmatnya asmara terlarang membuat Daliman ketagihan. Hampir setiap hari ke rumah Rintih dengan alasan nagih cicilan panci. Padahal aslinya, hanya untuk kelonan saja. Datang pukul 10.00, keluar dari rumah kreditor pukul 15.00. Lalu ngapain saja selama ini? Hal inilah yang bikin warga curiga. Beberapa hari lalu pengintipan dilakukan, hasilnya: warga melihat Rintih sedang “mencicil” kredit pancinya sampai mecicil . Warga pun tak sabar, Daliman diseret keluar dan digebuki. Tapi saat dibawa ke Polsek Campurdarat Kabupaten Tulungagung (Jatim), dia masih kukuh beralasan hanya nagih cicilan barang saja.
Kasihan Daliman, ke Campurdarat malah jadi lupa daratan.

Tidak ada komentar: