Senin, Maret 03, 2008

Nikmat MembawA Sengsara

Rupanya medan pacaran di Klaten (Jateng) makin sempit saja, sehingga bermesraan di sumur mati pun jadi. Tapi sial bagi pasangan Kamdi – Misem, mereka kecebur saat lagi nanggung. Ironisnya, kekasih mati tenggelam si Kamdi diam saja, sehingga polisi pun menangkap si pelaku nikmat membawa sengsara.
Enak memang orang pacaran di era gombalisasi, orang-orang akan permisif (memaklumi) saja menyaksikan tingkah polah anak-anak sekarang. Di masa-masa lalu, jalan bareng saja merasa malu, kini tidur bareng sudah biasa. Cermatilah lagu “Aryati”-nya Ismail Marzuki. Pemuda dulu, sudah merasa berdosa hanya memimpikan sang kekasih (padahal tak sampai “basah”). Bila cowok-cewek tempo doeloe telah merasa berbahagia mencium mesra ujung jarinya tadi malam, pemuda – pemudi sekarang, mana mau hanya begitu. Harus begituan lah iyauw!
Misem, 20, gadis masa kini dari Desa Gedang Kecamatan Tulung Kabupaten Klaten, belakangan menjalin asmara dengan Kamdi, 23, warga Desa Pomah Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali. Seperti lazimnya orang jatuh cinta, ada kecenderungan keduanya ingin selalu bertemu. Tak ketemu sehari sudah merasa sewindu. Jangankan ketemu si doi, baru melihat rumahnya saja hatinya sudah berbunga-bunga. Dan demi cinta pula, Kamdi seminggu sekali mengadakan kunjungan asmara dari Boyolali ke Klaten. “From Mojosongo with love….,” kata Kamdi, lagaknya seperti pernah nonton filmnya James Bond saja.
Bapak ibu Misem juga sudah tahu hubungan dua sejoli tersebut. Tapi lantaran belum ada pembicaraan dari kubu calon besan, dianggapnya pacaran putrinya dengan Kamdi sekadar masih penjajagan saja, belum sampai “dijajagi”. Karenanya dia tak begitu mudah untuk mengizinkan anak Boyolali ini membawa-bawa putrinya. Dengan kata lain, pacaran boleh tapi seputar desa saja, jangan jauh-jauh nanti bisa ketlingsut (ilang). Maksud sesungguhnya, jangan sampai Misem “dijajagi” sebelum waktunya.
Anak muda sekarang mana mau dikontrol ketat macam pers jaman Orde Baru. Kamdi berusaha nyolong-nyolong untuk membawa Misem ke tempat-tempat khusus, demi pembinaan dan kelangsungan cinta kasih mereka. Tapi lagi-lagi Misem takut pada ketentuan-ketentuan yang telah digariskan enyak babe. “Sudahlah Mas, di desa sekitar sini-sini aja, anggap saja kembali ke alam,” kata Misem sambil ngawet lambe (menggigit bibir), sehingga jadi tambah lebih cantik 10 kali lipat.
Nafsu Kamdi sudah kelewat tinggi rupanya. Meski kurang nyaman, jadilah Misem dibawa muter-muter di sekitar kampung saja. Lalu ketika melihat sumur mati di sebuah pekarangan di Desa Sorogaten Kecamatan Tulung, Kamdi langsung menggelandang Misem ke situ. Pada tempat yang berpagar bleketepe (anyaman daun kelapa) tersebut, Misem “dipatuki” habis oleh Kamdi. Itu pun belum cukup. Karena sudah kadung nafsu, sang doi pun disetubuhinya dengan cara berdiri, bertelekan pada dinding sumur mati tersebut.
Gara-gara kelewat membabi buta, tahu-tahu dinding sumur itu ambrol, praktis dua sejoli yang sedang “jumenengan” tersebut kecebur sumur, byurrrr. Misem mati di tempat, sedangkan Kamdi berhasil naik. Celakanya, takut jadi urusan anak muda ini enak saja ngeleos pergi. Tiga hari kemudian mayat Misem baru berhasil ditemukan. Karena perginya memang bersama Kamdi, anak Mojosongo ini pun ditangkap dan dituduh sengaja membunuhnya. Kamdi menolak tuduhan itu. “Kami hanya bermesraan di dinding sumur, tahu-tahu ambrol. Misem mati, aku kabur…,” akunya tanpa merasa salah.

Tidak ada komentar: