Senin, Maret 03, 2008

Kalapnya Wanita Simpanan

Kedatangan Murtilah, 37, ke Gresik (Jatim) sebenarnya hanya ingin persamaan status sebagai istri sah H. Simin, 45. Tapi oleh istri pertama sang gendakan, Mbah Sastro, 60, malah diomel-omeli seenak berok. Wo….., orang Malang kok dilawan. Langsung saja perempuan tua itu ditusuk hingga wasalam! Andaikan bisa memilih, Simin pastilah mendambakan istri cantik, muda nan renyah bak kerupuk baru keluar dari pabrik. Tapi peruntungan nasibnya begitu buruk. Hingga usia 35 tahun kala itu, dia belum menemukan jodohnya. Banyak sebenarnya cewek taksiran, tetapi tak ada yang sudi menjadi bini pemuda pengangguran yang juga buruk rupa tersebut. “Dadi bojone Simin, mending tak cantelke nggethek (jadi istri Simin, mending kusangkutkan pagar),” begitu kata para gadis. Entah apanya yang mau disangkutkan.
Nah, daripada seumur-umur “Si Jendul” hanya buat kencing doang, Simin terpaksa banting harga. Dari gadis muda nan cantik bak artis Dian Sastro, dia lalu memilih Mbok Sastro, janda tua yang berusia 15 tahun di atasnya. Bayangkan, Simin yang kala itu baru berusia tujuh pelita, diajak kawin perempuan usia 50 tahun. Teman dan tetangga sekitar pun meledeknya. Apakah Simin memang pecinta benda purbakala? Ataukah Simin tak takut muntah karena keracunan minum susu basi?
Gumoh (muntah) akibat susu basi ya biar saja; begitu pada akhirnya Simin harus memilih. Soalnya, dengan menikahi janda macam Mbok Sastro, dia akan dijamin secara onderdil dan materil. Maklum, di kampungnya di Desa Boteng Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik, Mbok Sastro ini cukup kaya. Punya sawah berkotak-kotak, ternak sapinya juga pating brangkang (banyak sekali). Pendek kata, jadi suami janda tua ini yang penting rajin minum madu dan telur ayam mentah, biar di ranjang rosa-rosa macam Mbah Maridjan.
Enak memang kehidupan Simin setelah jadi suami Mbok Sastro. Siang nyangkul di sawah, malamnya nyangkul “sawah” Mbok Sastro yang bebas Pajak Bumi dan Bangunan. Cuma sialnya, karena ibaratnya lahan cengkar (tak subur), betapapun dicangkuli saban malam tak membawa hasil. Terbukti, sampai bertahun-tahun jadi suami istri Mbok Sastro tak juga pernah hamil. Praktis kerja lembur Simin tak ada artinya sama sekali, sedangkan dia sebagai lelaki normal kepengin generasi penerus.
Nekad minta izin kawin lagi, Simin tak punya keberanian. Di samping takut kariernya mendelep (ambles) macam Aa Gym dan Zaenal Maarif, dia harus Jasmerah (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah) sebagaimana kata Bung Karno pada 17 Agustus 1965. Dia bisa hidup enak karena Mbok Sastro, dia bisa “kepenak” juga lantaran Mbok Sastro pula. Jadi mana mungkin ditinggalkan begitu saja. Bisa kuwalat macam jambu monyet, kepala di bawah. “Jambu monyet itu kuwalat karena berani sama jambu klutuk…,” kata hati nurani Simin memberi pencerahan.
Ya tapi bagaimana lagi, Simin kan punya hak untuk mempertahankan jenis alias berketurunan sebagaimana kata ahli ilmu jiwa Sigmund Freud. Maka politik jalan tengah pun diambil, demi menyelamatkan dua misi. Diam-diam Simin menikahi gadis lain di daerah Malang. Dengan penyelesaian model poros tengah ala Amien Rais ini, Simin bisa mempertahankan kekayaannya sebagai suami Mbok Sastro. Di samping itu dia juga bisa memiliki keturunan sebagaimana yang didambakan selama ini.
Apa yang diidamkan Simin tercapai sudah. Melalui nikah siri, dia berhasil mengawini Murtilah, perempuan dari Sumbermanjing, Malang. Dari sinilah rejeki Simin makin melejit. Sebab, 1,5 tahun berikutnya dia sudah punya momongan. Lalu, Mbok Sastro yang tak tahu kelakuan suaminya di luar, memberangkatkan Simin pula ke Mekah, sehingga lengkaplah dia sebagai H. Simin. Ke mana-mana pakai peci putih, termasuk ketika mengunjungi istri mudanya ke Malang.
Namun Murtilah sebagai istri muda tak puas hanya diberi uang dan dikunjungi dua minggu sekali. Dia ingin perbaikan status, karena anak semata wayangnya juga selalu merindukan ayahnya. Beberapa hari lalu dia nekad menyusul ke Gresik. Celakanya, H. Simin tak di rumah, justru ditemui Mbok Sastro yang sedang sakit. Begitu tahu siapa status perempuan muda ini, nenek-nenek ini marah dan mengomeli habis-habisan. Keruan saja Murtilah tersinggung. Botol dipecahkan dan digunakan menghajar Mbok Sastro hingga tewas. Wanita simpanan yang kalap itu berhasil ditangkap di sawah dan segera dikirim ke Polsek Menganti.
Kawin KUA? Tunggu sekeluar dari penjara, yank!

Tidak ada komentar: