Senin, Maret 03, 2008

Ajal Di Selingkuh Perdana

Jika cinta telah melekat, suami tetangga pun terasa coklat. Itu pula prinsip yang diemban Ny. Warni, 33 tahun, dari Probolinggo (Jatim). Lantaran suami sudah tak mampu lagi memuaskan gairahnya di ranjang, dia nekad memasukkan Bejo, 40 tahun, tetangga ke dalam kamar. Tapi sial, hilang dahaga rindu, hilang pula nyawa di badan akibat diclurit Bardan, 37 tahun, suaminya.
Iman Legini memang tengah dicoba. Cuma cobaan Illahi tersebut bukan berwujud kekayaan, jabatan atau kemiskinan, tapi ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan dalam hal apa? Ketidakberdayaan dalam menunaikan tugas suami istri, masalah yang sangat prinsipil dan nyempil bagi sebuah rumahtangga. Tukang obat bilang, nafsu besar tenaga kurang!
Warni yang masih muda, cantik dan enerjik, pada gilirannya lalu jarang disentuh Bardan. Istri fungsinya di ranjang mutlak menjadi teman tidur belaka. Bila istri memancing-mancing dengan baju-baju transparan, malah diomeli, nanti masuk angin. Bila Warni main colak-colek, malah diomeli. “Tidur, ini sudah malam, besok kan ujian nasional….,” kata Bardan ketus.
Akibatnya, Warni yang cantik, putih bersih nan seksi tersebut, bagaikan roti kering di toko yang berdebu karena tak pernah disentuh. Merana! Menyesal sekali dia kawin dengan Bardan. Tongkrongan tak sebanding dengan “tangkringan”. Ibaratnya barang, keluaran Cina. Bentuknya bagus, tapi tidak tahan lama. Cepet panas dan ngebul.
Menyikapi kondisi suaminya yang demikian, dia pernah mengajukan resulusi non PBB. Minta dibebaskan sebagaimana mestinya, agar bisa kawin lagi. Tapi ternyata Bardan tidak rela bila Warni jatuh dalam pelukan lelaki lain. Katanya, masih sangat mencintainya, tak bisa hidup tanpa Warni di sampingnya. “Habis, saya bisanya memang cuma di sampingmu,” kata Bardan polos, sendu dan hampir menangis.
Enak di Bardan, sangat tidak nyaman bagi Warni. Cinta-cinta, tapi tak pernah ada karya nyata, buat apa! Apa dia pikir wanita nrimo hanya dengan nyandang rapet (berpakaian bagus) dan makan wareg (makan kenyang)? Perut terjamin, tapi yang dibawah perut ditelantarkan ya demo, rek. Dan ternyata itu pula yang kemudian dilakukan Warni. Dia menuntut perubahan.
Rupanya demo Warni memang lain. Bukan nggelar spanduk atau datang ke Istana sebagaimana korban lumpur Lapindo, tapi dia mencoba cari burung lain yang bisa berkicau trilili lili. Dia yakin betul, dengan kondisi pisiknya yang masih jreng, sedikit angkat rok saja pasti banyak lelaki yang tergila-gila ingin berbagi cinta. “Mau dicoba…?” tantangnya.
Adalah Bejo, lelaki tetangga sendiri. Dia cepat menangkap isyarat bahwa Warni sedang membutuhkan sesuatu. Maklum, warga Desa Resongo Kecamatan Kuripan Kabupaten Probolinggo ini memang pakar dalam bidang keperempuanan. Dia hafal betul lekuk liku wanita yang membutuhkan kehangatan malam. Maka begitu Warni yang cantik ini membuka sinyal, dia langsung saja masuk.
Nah, diam-diam Bejo masuk ke pagar rumah Warni di kala suami tak di rumah. Basa-basi sebentar ngobrol di samping rumah. Dan ketika sudah berhasil menyamakan persepsi alias padha karepe, malam itu juga selingkuh perdana digelar di samping rumah dalam kondisi bergelap-gelap. Cuma sialnya, ketika kondisi sedang nanggung, Bardan pulang.
Akibatnya bisa diduga, suami Warni marah besar. Dia ambil celurit dan mau dibacokkan ke kepala Bejo. Tapi lelaki ini sempat kabur, meski masih telanjang bulat. Kekesalan Bardan lalu dilimpahkan pada istrinya. Warni dimintai klarifikasi malah diam. Habislah kesabarannya. Langsung saja clurit dibacokkan berkali-kali ke tubuh Warni hingga tewas di tempat. Habis mengeksekusi bininya barulah Bardan melapor ke Polsek Kuripan.

Tidak ada komentar: