Senin, Maret 03, 2008

Cintanya Tak Lapuk Dihujan

Demi cintanya yang agung, Mbah Jamin, 65, rela menunggu setengah abad. Ketika tubuh sendiri sudah renta, berhasilah dia menggauli Mbah Darsih, 70, yang sangat dicintai sejak tahun 1957. Tapi lantaran perjuangan cintanya tidaklah wajar, kakek-kakek genit dari Tulungagung (Jatim) ini harus mendekam di kantor polisi. “Sedari dulu aku sangat mencintainya, tapi tak berani mengungkapkannya,” katanya di Polsek Kalidawir.
Asmara dan cinta memang cerita lama yang tak pernah basi. Banyak yang tersenyum karena cinta, ombyokan pula yang menangis gara-gara asmara. Ada yang begitu mudah mendapatkannya, banyak pula yang sudah berkorban tenaga dan biaya tak memperoleh apa-apa. Dan mbah Jamin dari Desa Kedungsewu Kecamatan Kalidawir Kabupaten Tulungagung ini, tetap saja gigit jari meski sebelah matanya kadung sipit lantaran kebanyakan mengintip Darsih muda ketika mandi.
Sejak tahun 1957 Mbah Jamin menaksir gadis tetangga sendiri. Kala itu dia baru sunat pada usia 15 tahun, sementara Darsih telah berusia 20 tahun. Meski usia jauh lebih tua pihak wanita, tak ada halangan buat Jamin untuk mencintainya. Sebagai pemuda ABG yang baru sunat, dia merasa telah memiliki “keris” yang baru saja diwarangi (dibersihkan). “Keris Empu Gandring makan tujuh nyawa, lha “keris”-ku satu saja kok belum,” kata Jamin berpuluh-puluh tahun lalu.
Tetangga Jamin ini memang cukup cantik di kelasnya. Kulit putih bersih, betis mbunting padi. Dalam usia dua dekade (baca 20 tahun) kala itu, Darsih tumbuh sebagai gadis idola. Banyak lelaki yang memperebutkannya. Karena bertetangga hanya selang satu rumah, praktis Jamin tahu siapa saja cowok yang naksir Darsih. Ada yang jalan kaki, ada pula yang naik sepeda Raleigh persneling rem tromol. Sedang Jamin yang ikut-ikutan naksir, bel sepeda saja tidak gableg (punya).
Emosi Jamin memang belum stabil, maklum masih kelewat ijo dalam urusan asmara. Ingin sebetulnya dia mendeklarasikan cintanya, kalau perlu di alun-alun. Tapi di samping dia belum punya modal apa-apa, usianya memang jauh di bawah Darsih. Pernah sekali waktu dia mendekat ketika Darsih tengah berhaha-hihi dengan cowok yang “wakuncar” ke rumahnya, tapi malah diusir. “Ngalih kana, nguyuh wae durung lempeng kok ndelok wong pacaran (pergi sana, anak kecil kok lihat orang pacaran),” usir Darsih.
Rasa cinta Jamin pada Darsih justru makin menghebat. Jika gadis tetangga itu pagi-pagi ke warung belanja sayur mayur, selalu ditungguinya di emperan rumah. Rasanya berbunga-bunga ketika Darsih menegur ramah bak Satpam BCA kini. Sebaliknya bila pandangan gadis idola itu tegak lurus ke depan seakan cuek bebek, nelangsa sekali hati Jamin. Ah, cinta memang harus banyak berkorban, termasuk diacuhkan dan diremehkan. Tapi harus bagaimana, naksir kok gadis yang bukan levelnya.
Biasanya, orang kasmaran selalu ingin memonitor segala perkembangan wanita yang dicintainya, termasuk ketika mandi. Maka manakala Darsih masuk kamar mandi umum untuk mandi, diam-diam Jamin menyelinap untuk mengintipnya. Padahal ketika menyaksikan tubuh Darsih bugil bak Dewi Nawangwulan dalam legenda Jaka Tarub, kaki Jamin malah ngewel (gemetaran) hingga kedua lututnya beradu. “Ya Allah, sungguh sempurna makhluk ciptaan-Mu,” bisik Jamin.
Ironis kan, ngintip orang mandi kok ingat Tuhan. Tapi itulah fakta Jamin. Dan ternyata, sampai mata Jamin jadi sipit kebanyakan ngintip, Darsih tetap saja jadi milik orang. Dan ternyata cinta Jamin pada Darsih memang tak lekang dipanas dan tak lapuk dihujan. Ketika Jamin sendiri sudah berumahtangga dan beranak pinak, hobinya mengintip Darsih mandi masih juga dilestarikan. Karenanya dia tahu persis kondisi perkulitan kekasihnya, dari ketika masih kenceng menggiurkan hingga berkerut-kerut bak wiron kain.
Rupanya Jamin sadar, bila cinta terpendamnya terjebak pada NATO (not action talk only) alias wacana doang, sampai mati takkan memperoleh apa-apa. Karenanya, ketika Mbah Darsih kini sudah menjanda, biar keriput mau ditelateni juga. Seminggu lalu dia berhasil memperkosa nenek-nenek itu di kamar mandi yang sama. Tapi ketika hendak mendulang sukses lagi, ternyata Mbah Darsih berteriak-teriak, sehingga ketahuan warga. Akhirnya, dengan keprihatinan mendalam warga menyerahkan Mbah Jamin ke Polsek Kalidawir. “Kula getun, lek kula ngentosi seket taun, jebul namung kados ngeten dadose (aku menyesal, 50 tahun aku menunggu ternyata begini jadinya),” ujar Mbah Jamin. Usaha untuk “begituan” ya Mbah?

Tidak ada komentar: