Senin, Maret 03, 2008

Bak Pedang Bermata Dua

Berselingkuh sesungguhnya tindakan pedang bermata dua, sebab selain mengasyikkan sekaligus juga memalukan. Dan Wagiso, 35, dari Bantul ini tak tahan ketika kemudian diledek dan dicemooh tetangga, gara-gara kepergok menyelingkuhi bini tetangga. Penyelesaiannya, bunuh diri saja, daripada repot!
Enakkah berselingkuh itu? Kata pakar dan praktisi perselingkuhan, sebetulnya di ujung perselingkuhan, rasanya sama saja. Baik WIL maupun yang di rumah, tak ada bedanya. Jika ada perbedaan, hanyalah sensasi dan permainan emosi ketika hendak mendapatkannya. Dari hati yang deg-deg plas karena barang colongan, lalu bertemu dengan barang baru yang sebelumnya belum pernah dirasakannya. Tapi setelah ke sononya, ya seperti kue biskuitlah! Bentuk beda-beda, tapi rasanya tetap sama saja!
Rupanya begitulah pertimbangan Wagiso, ketika mencoba “menelateni” Tarsi, 27, istri tetangganya. Pada awalnya, dia tak pernah nggagas (memikirkan) sama sekali bini Parman yang masih sekampung dengannya di Desa Trirenggo, Bantul (DIY) tersebut. Tapi perempuan berbodi seksi itu suka lirak-lirik padanya, bahkan bila situasi memungkinkan berani pula nggablok (memukul mesra) tubuhnya akibat canda-canda konyol. Sebagai lelaki normal, lama-lama Wagiso ya……
Untuk ukuran desa itu, kecantikan Tarsi memang nampak paling menonjol, di samping tonjolannya yang lain. Maka ibarat orang tidur disorong bantal, istri Parman ini segera saja ditubruk. Wagiso memang pengin merasakan, seperti apa sih rasanya orang selingkuh itu? Kok di mana-mana orang pada bermain serong. Dan ternyata, meski lampu sudah “ijo menyala”, Wagiso deg-degan juga memulainya. Tapi setelah terlaksana, lho kok rasanya hanya begini. “Bajindul, padha wae karo sing nang ngomah (sialan, sama saja dengan yang di rumah),” kata Wagiso sambil berbenah pakaian.
Jelas selingkuh itu macam kue biskuit, baik yang dikemas kaleng ataupun kertas. Tapi ternyata sekali mencoba, kok pengin nambah lagi. Maka kini, tanpa Tarsih mengajak, Wagiso lah yang ambil prakarsa. Di saat Parman suami Tarsi tak di rumah, dia kembali menyelinap ke rumah tetangganya tersebut. Lalu, dalam kamar keduanya berbagi cinta. Kembali Wagiso menikmati “biskuit” yang rasa kelapa atau yang wafer!
Untuk selanjutnya, selingkuh Tarsi – Wagiso sudah menjadi rutinitas, sehingga lama-lama warga mencurigainya. Beberapa hari lalu, mereka tertangkap basah. Sejumlah warga melihat betapa Wagiso masih nangkring di tubuh telanjang Tarsi. Untuk warga masih punya stok kesabaran nasional, dan Parman pun tak menuntutnya ke polisi. Wagiso hanya disuruh bikin pernyataan tobatan nasuha disertai meterai cukup.
Namun ternyata, maaf penduduk hanya di bibir saja. Setiap ketemu Wagiso, mereka suka meledek. Bahkan sejumlah ABG menangkupkan kedua belah tangannya, lalu tangan yang di atas digerak-gerakkan ke atas ke bawah berulangkali. Tentu saja Wagiso segera tahu maksudnya. Makin sakit lagi ketika para ABG itu lalu bilang sambil keras-keras. “Penak ya So (enak ya Wagiso),” kata mereka sambil tertawa hingar bingar.
Gemes sekali Wagiso, tapi mau berbuat apa? Lantaran semua orang mengolok-olok dan mempergunjingkan dirinya, lama-lama dia tak tahan juga. Pikirnya kemudian, daripada berputih mata, mendingan berputih tulang. Beberapa hari lalu, keluarganya pagi-pagi menemukan tubuh Wagiso tergantung kaku di dapur rumah. Istrinya menangis, begitu juga anak-anaknya. Tapi nyawa Wagiso sudah terlanju pergi, bersama rasa malu akibat ulahnya sendiri.

Tidak ada komentar: