Senin, Maret 03, 2008

Menjaga Citra Keluarga

Citra keluarga harus dijaga. Karenanya wajar saja Giman, 20, ngamuk saat kakak kandungnya dihamili tetangga tapi tak mau tanggungjawab. Maryanto, 29, yang hanya banyak janji tanpa bukti itupun diclurit. Meski harus masuk tahanan, tapi Giman puassss, puasss, puasss kayak Tukul Arwana.
Ini kisah perlawanan anak muda terhadap tetangga yang mencoba merongrong kewibawaan nasional keluarga. Bila Pak Harto sewaktu berkuasa mengancam gebuk pada lawan politiknya, Giman dari Klaten (Jateng) lebih sadis lagi: tak clurit! Dan korbanya pun tetangga sendiri, si Maryanto, lelaki celamitan yang doyan daun muda. Sudah tahu dirinya bukan lelaki bebas, kok mengganggu Atun, 23, kakak Giman. Maka tahu rasalah, punggungnya mengkab-mengkab dibabat clurit.
Umumnya lelaki memang seperti Maryanto ini, tak puas dengan pasangannya di rumah. Bila mereka nrimo dengan satu pasangan dan tak pernah ribut, bisa jadi karena imannya yang tebal, atau kantongnya kelewat tipis. Umumnya kaum lelaki sih, baru di rumah bisa masak pera saja, pastilah banyak maunya. Yang pengin beginilah, yang pengin begitulah. Jika hartanya berjibun, hadirlah Aman Jagau Aman Jagau yang lain. Perempuan cantik maunya direntengi (dikoleksi).
Maryanto dari Desa Baturan Kecamatan Colomadu Kabupaten Klaten, termasuk yang demikian. Sudah ada anak istri di rumah, masih juga mbagusi melirik gadis lain yang masih tetangga satu kampung. Padahal Atun anak gadis tetangga tersebut tipe wanita yang tak bisa diajak berkelakar. Maryanto hanya sekedar iseng, ditanggapinya secara serius. Akibatnya pun sangatlah parah, dari iseng jadi meteng (hamil).
Memang harus diakui, buat ukuran kampung Atun termasuk berwajah melek. Banyak sebetulnya kawula muda yang naksir dia, tapi semuanya belum ada yang cocok. Lha kok Maryanto yang sudah tergolong kawula tua dan jejak rekamnya sedemikian buruk, ikutan pula dalam kompetisi. Maka tak mengherankan, sebagai lelaki yang sudah tahu lekuk-liku kaum wanita, dia memenangkan persaingan tersebut. Maksudnya, justru Atun bertekuk lutut dan berbuka paha untuk Maryanto.
Uttt…..gawat; sudahkah sejauh itu Maryanto memacari Atun, sampai berbuka paha segala? Lha memang iya. Soalnya, selain bermodal pengalaman, ada juga sedikit pendekatan keuangan. Atun suka diajak jalan-jalan, lalu dibelikan baju. Akhirnya, dari diberi baju tersebut Atun rela saja berbuka baju di depan Maryanto. Bila sudah demikian tahu sendirilah, urusan selanjutnya terserah Anda!
Apes betul Atun, baru beberapa kali menyerahkan kegadisannya pada Maryanto, kok mak plenthing (mendadak hamil) perutnya ada senyawa calon manusia. Kelurganya pun terkaget-kaget, lalu keluarga besar Giman pun makin kaget lagi ketika tahu yang menghamili Atun adalah Maryanto tetangga sendiri. Namanya sudah terlanjur, biarpun lelaki itu sudah berkeluarga, haruslah siap bertanggungjawab untuk menikahi. “Oke, oke, tapi aku tunggu izin prinsip dari istriku dulu ya….,” ujar Maryanto sangat meyakinkan.
Celakanya, janji Maryanto tinggal janji. Dengan alasan istri dan anaknya tak mengizinkan dia poligami, sejak itu dia tak mau ambil pusing pada kehamilan Atun. Bahkan ketika dicari-cari pun, Maryanto lebih suka menggunakan aji panglimunan alias menghilang melulu. Keruan saja Giman jadi berang. Demi menjaga citra keluarga besar, dia pun mencegat Maryanto dengan sebilah clurit. Begitu ketemu, cruss, cruss. Lelaki petualang asmara itu pun roboh mandi darah. Akan halnya Giman, meski kemudian digiring ke Polsek Colomadu, dia merasa puasss, puassss, puasss macam Tukul Arwana.
Hiiihh….., tak suwekkk suwekkk lambemu!

Tidak ada komentar: