Senin, Maret 03, 2008

Merusak Kembang Setaman

Sungguh biadab kelakuan dukun Sakir, 50, dari Lampung ini. Melihat pasien cantik, langsung disetubuhi. Lho, adik dan kakaknya lebih cantik pula, sehingga mereka disetubuhinya sekalian. Tapi setelah merusak kembang satu taman sampai melahirkan 2 anak, dukun cabul itu terpaksa jadi urusan polisi.
Aneh memang, di zaman era gombalisasi macam sekarang ini, kok masih banyak yang percaya pada dukun. Bukan saja untuk ramal meramal nasib, tapi juga sebagai pengobatan alternatif. Jika ketemu dukun yang bener, mendinglah. Tapi bila ketemu dukun abal-abal yang cenderung cabul, nasib pasien bisa seperti kakak beradik Mimi, Susi dan Tini dari Kampung Pakuanbaru, Kecamatan Pakuan Ratu, Waykanan, Lampung. Dua dari mereka sampai melahirkan karena digauli sang dukun secara rutin.
Noda-noda keluarga ini sebetulnya digoreskan sejak 10 tahun lalu, ketika Susi, 20, menderita sakit lemas dan mudah pingsan, yang tak kunjung sembuh. Oleh seorang tetangga, gadis itu disarankan berobat ke dukun Sakir yang masih tetangga kampung. Sesuai dengan permintaan keluarga Susi, dukun Sakir pun segera meluncur ke rumah calon pasien. Ternyata orangtua Susi termasuk keluarga kaya di kampung tersebut, dan Sakir pun mulai menggelar rencana lain.
Ternyata, selain kaya anak-anak Ny. Harjo ini tergolong cantik-cantik di kelasnya. Maka Sakir pun mulai berotak ngeres. Bagaimana bisa menguras harta si janda, sekaligus mereguk kenikmatan badani dengan cara menggauli Susi kakak beradik satu persatu. Mentang-mentang ketiga putri Mbah Harjo ini anak yatim, Sakir pun ingin memberikan “santunan” yang istimewa, apa pun bentuknya. Maklum, bagi Sakir yang dilamun setan, pahala kalah menarik ketimbang…. paha!
Untuk mengadali anak-anak Mbah Harjo, sengaja dukun Sakir minta disediakan kamar khusus untuk terapi pengobatan. Sementara orangtua berikut dua saudara lainnya menunggu di luar kamar, Susi di dalam menjalani terapi khusus dan istimewa. Soalnya, di dalam dia diberi minuman perangsang, yang mampu menaikkan libidonya. Apa lacur, setelah obat itu bereaksi, Susi mau saja ditelanjangi, digerayangi, kemudian disetubuhi bak seorang istri. “Jangan cerita ke mana-mana, nanti tak santet,” ancam dukun Sakir.
Nyeri-nyeri memang, tapi Susi tak berani cerita ke mana-mana sesuai konsensus. Dan sejak itu, asal menjalani terapi pengobatan, sesungguhnya di dalam kamar Susi hanya disetubuhi saja. Dan karena dia tetap diam, Sakir pun semakin bebas untuk memanjakan libidonya. Lain hari Sakir membujuk kakak sulung Susi, bahwa dia juga mengidap suatu penyakit. Untuk bisa sembuh, si Mimi juga harus memperoleh terapi yang sama. Celakanya, gadis usia 22 kala itu, menurut saja.
Apa yang terjadi? Sama dengan si Susi, dalam kamar terapi Mimi juga hanya diberi obat perangsang libido. Dan ketika si sulung tersebut sudah terangsang hebat, dia pasrah saja ketika disetubuhi Sakir. Pendek kata dukun cabul itu dalam kondisi panen raya. Dua gadis yang sangat cantik dan seksi itu sudah berada dalam kekuasaannya. “Sekali menggelar sarung, dua tiga gadis ternodai…,” begitu tekad sang dukun.
Nah, Tini adik bungsu kini menjadi target terakhir. Dia juga ditakut-takuti mengidap penyakit berbahaya, yang harus ditangani segera dukun Sakir. Lagi-lagi kedua kakaknya diam saja ketika si bungsu akan dijadikan korban ketiga. Walhasil, Tini pun begitu mudah masuk jaring kalamangga sang dukun. Seperti kakak-kakaknya pula, Tini juga disetubuhi dalam berbagai kesempatan. Ibarat kembang satu taman, kini semua telah ternoda dan terhisap madunya.
Makmur banget kehidupan dukun Sakir. Ketiga gadis kakak beradik itu secara bergantian dijadikan ajang pemuas nafsu bak istri-istrinya saja. Beberapa bulan kemudian terapi dukun Sakir membawa hasil. Bukan sembuh dari penyakit, melainkan Mimi dan Susi hamil dan melahirkan. Menuntut secara hukum tak berani, kedua gadis malang itu akhirnya diungsikan Mbah Harjo putrid ke Jawa, tempat asalnya.
Agaknya petualangan dukun Sakir belumlah terhenti. Diam-diam dia juga mengadali mbah putri untuk menjual sawahnya. Berkat bujuk sayunya, sawah satu hektar pun lenyap disikat dukun Sakir. Dari sinilah bau Mimi dan Susi berani melaporkan ke polisi. Awalnya hanya soal penggelapan sawah tersebut, tapi pada akhirnya merembet ke “sawah-sawah” lain yang pernah digarap Sakir dengan suka cita. Sayangnya, karena para pelapor berada di Jawa, pihak polisi Polres Waykanan hingga kini belum bisa menangkap atau memanggil dukun Sakir.
Hebat, perkosaan 10 tahun lalu baru dilaporkan sekarang.

Tidak ada komentar: